Namun ada beberapa kondisi yang dapat memicu turunnya berat badan Anda. 1. Kesulitan tidur. Pada beberapa orang, stres membuat mereka jadi lebih sulit untuk terlelap dari biasanya. Hal ini dapat memengaruhi kualitas tidur sehari-hari, membuat Anda merasa lesu, dan mudah lelah. Gangguan tersebut akhirnya memengaruhi produksi kortisol yang dapat
The scientific review manuscript from the results of this literature review elaborates the changes that occur in the body as an impact of old immobilization. Immobilization is a condition in which a person experiences movement limitations as a result of interference in the body's organs. The limitation of this physical movement as a physiological change in the body results from a period of time immobilization. Physiological changes during immobilization in a long time cause disruption of adaptation in the musculoskeletal includes permanent disruption of mobilization that will affect muscle endurance and decrease muscle mass, atrophy and muscle stability. In the cardiovascular section includes orthostatic hypotension disorders and thrombus formation, whereas on the respiration section includes disturbances in the decrease in various of lung volumes as a result of weakening of the respiratory muscles so that it affects the respiratory motion. By understanding the physiological changes that occur as a result of immobilization in a long time, it is expected that this literature review can find out how the prevention process and further the handling process. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Ujang Rohman2019Perubahan Fisiologis Tubuh Selama Immobilisasi Dalam Waktu Lama[367]PERUBAHAN FISIOLOGIS TUBUH SELAMA IMMOBILISASIDALAM WAKTU LAMAUjang RohmanUniversitas PGRI Adi Buana SurabayaEmail ujang_roh64 31 July 2019; Accepted 26 December 2019; Published 27 December 2019Ed 2019; 42 367-378ABSTRAKNaskah ulasan ilmiah dari hasil kajian pustaka ini menguraikan tentang perubahan yang terjadi padatubuh sebagai dampak immobilisasi lama. Immobilisasi adalah keadaan di mana seseorang mengalamiketerbatasan gerak sebagai akibat adanya gangguan pada organ tubuh. Keterbatasan gerak fisik inisebagai perubahan fisiologis tubuh akibat dari periode waktu masa immobilisasi. Perubahan fisiologisselama immobilisasi dalam waktu lama menyebabkan gangguan adaptasi pada bagian musculoskeletalmeliputi gangguan mobilisasi permanen yang akan mempengaruhi daya tahan otot dan penurunan masaotot, atrofi serta stabilitas otot. Pada bagian cardiovascular meliputi ganguan hipotensi ortostatik danpembentukan thrombus, sedangkan pada bagian respirasi meliputi gangguan terjadinya penurunanberbagai volume paru sebagai akibat melemahnya otot-otot respirasi sehingga berpengaruh terhadapgerakan respirasi. Dengan memahami perubahan fisiologis yang terjadi akibat immobilisasi dalam waktulama, diharapkan kajian pustaka ini dapat diketahui bagaimana proses pencegahannya dan lebih lanjutproses Kunci Perubahan Fisiologis; ImmobilisasiPHYSIOLOGICAL CHANGES OF THE BODY DURING IMMOBILIZATIONIN A LONG TIMEABSTRACTThe scientific review manuscript from the results of this literature review elaborates the changes thatoccur in the body as an impact of old immobilization. Immobilization is a condition in which a personexperiences movement limitations as a result of interference in the body's organs. The limitation of thisphysical movement as a physiological change in the body results from a period of time changes during immobilization in a long time cause disruption of adaptation in themusculoskeletal includes permanent disruption of mobilization that will affect muscle endurance anddecrease muscle mass, atrophy and muscle stability. In the cardiovascular section includes orthostatichypotension disorders and thrombus formation, whereas on the respiration section includes disturbancesin the decrease in various of lung volumes as a result of weakening of the respiratory muscles so that itaffects the respiratory motion. By understanding the physiological changes that occur as a result ofimmobilization in a long time, it is expected that this literature review can find out how the preventionprocess and further the handling Physiological Changes; ImmobilizationCopyright © 2019, Journal Sport AreaDOI To Cite Rohman, U. 2019. Perubahan Fisiologis Tubuh Selama Immobilisasi Dalam WaktuLama. Journal Sport Area,42, 2527-760X PrintISSN2528-584X OnlineJournal Sport Area Ujang Rohman2019Perubahan Fisiologis Tubuh Selama Immobilisasi Dalam Waktu Lama[368]PENDAHULUANImmobilisasi adalah keadaan seseorang dalam kondisi tidak bergerak secara aktifsebagai akbibat adanya gangguan pada organ tubuh baik fisik maupun setiap individu dalam bergerak adalah salah satu kebutuhan dasarseseorang yang harus dipenuhi. Untuk memenuhi kebutuhan dasar tersebut denganmelakukan aktivitas berupa gerak yang teratur dan kontinue. Gerak tersebut dalambentuk mobilisasi yang bertujuan memenuhi kebutuah dasar dengan melakukanaktivitas dalam kehidupan sehari-hari dan mempertahankan diri dari trauma, konsepdiri, mengekspresikan emosi dengan berbagai gerakan. Immobilisasi adalah suatukeadaan dimana seseorang mengalami keterbatasan gerak fisik. Sedangkan immobilisasidapat berbentuk tirah baring yang bertujuan mengurangi aktivitas fisik dan kebutuhanoksigen tubuh, mengurangi nyeri, dan untuk mengembalikan kekuatan. Seseorang yangmengalami tirah baring akan kehilangan kekuatan otot rata-rata 3% sehari atropidisuse.Prevalensi in-aktivitas secara fisik semakin meningkat pada orang dewasa, yangmerupakan salah satu faktor resiko penyakit kardiovaskular Demiot et al., 2007. Selainitu, in-aktivitas juga dapat meningkatkan resiko hipertensi 30%, kanker kolon 41%,kanker payudara 31%, diabetes tipe 2 50%, dan osteoporosis 59% Demiot et al., 2007Namun terkadang, in-aktivitas adalah suatu kondisi yang tidak dapat cukup lama dapat terjadi pada seseorang yang tidak mampu untuk berdiriatau keadaan yang menyebabkan seseorang harus berbaring akibat adanya kondisipatologis, misalnya fraktur tulang yang juga sering terjadi pada seorang atlet akibatkecelakaan pada saat latihan maupun pertandingan. Immobilisasi akan mempengaruhibeberapa organ tubuh, seperti gangguan pada sistem kardiovaskular, sirkulasi darahferifer dan pernafasan. Pada sistem kardiovaskular salah satunnya terjadi penurunankemampuan saraf otonom untuk memenuhi persediaan darah dalam tubuh orthostatichipotensi. Sedangkan gangguan pada sistem pernafasan akan terjadi respon fisiologisdengan menurunnya pergerakan paru dalam mengambil oksigen dari udara ekspansiparu sehingga menyebabkan menurunnya asupan oksigen O2 pada tubuh. Selain ituImmobilisasi juga akan mempengaruhi kulit secara langsung, berupa penyusutankolagen dan serat elastis menyebabkan kulit tipis dan melemahnya elastisitas kulit. Halini dapat mengakibatkan gesekan friction atau geser shear sehingga menyebabkanlapisan kulit memisah atau sobek Sumara, 2017.Adaptasi fisiologis terhadap in-aktivitas secara fisik terjadi ketika berada dalamkeadaan immobilisasi yang lama atau berada dalam kondisi mikrogravitasi di luarangkasa. Dimana perubahan tubuh pada saatimmobilisasi lama yang diberi latihanspaceflight secara integral berperan dalam mempertahankan fungsi neuromaskuler dankardiovakular yang dapat mempertahankan kinerja fungsional tubuh Mulavara, Peters,Miller and Kofman, 2018. Adaptasi fisiologis yang terjadi pada keadaan immobilisasimerupakan kebalikan dari perubahan fisiologis yang terjadi pada saat aktivitas. Secaraumum, adaptasi fisiologis yang terjadi akibat immobilisasi lama adalah hilangnyastruktur dan proses fisiologi, yang cenderung bersifat mal-adaptasi menyebabkankondisi tidak sehat, bahkan pada beberapa kasus dapat mengancam jiwa Booth & Lees,2007.Tulisan ulasan ilmiah dalam bentuk kajian teori ini membahas mengenai perubahandan respon fisiologis selama immobilisasi dalam waktu lama yang difokuskan padaadaptasi dan gangguan pada sistem metabolisme metabolism, otot rangka Ujang Rohman2019Perubahan Fisiologis Tubuh Selama Immobilisasi Dalam Waktu Lama[369]musculoskeletal, jantung cardiovascular dan pernapasan respirasi. Denganmemahami perubahan fisiologis yang terjadi akibat immobilisasi dalam waktu lama,memungkinkan sebagai bahan referensi untuk mengetahui akibatnya sehinggabagaimana proses pencegahannya dan lebih lanjut proses dalam artikel ini adalah jenis ulasan ilmiah yang didasarkan dandinarasikan dari hasil beberapa referensi berupa konsep-konsep yang dideskripsikandalam bentuk judul mengenai perubahan fisiologis selama immobilisasi dalam waktulama yang kaitannya pada sistem neuromuskular, respirasi dan PENELITIANMetode yang digunakan dalam penelitian ini metode penelitian kualitatif. Metodepenelitian ini dilakukan melalui pendekatan yang meliputi 1 studi pustaka yaitumelakukan pengumpulan data dengan referensi kepustakaan dari sumber yang bersifatprimer maupun sekunder berupa buku, jurnal, laporan penelitian, majalah, surat kabardan media internet untuk memperkuat argumen penelitian sebagai literatur, 2observasi yaitu mengumpulkan data melalui pengamatan langsung pada objek penelitianyang terkait dengan orang-orang yang mengalami in-aktivitas, 3 wawancara yaitumelakukan interaksi dialog langsung dengan objek penelitian yang mengalami penelitian kualitatif dilakukan dengan menentukan sumber data yangdiharapkan dapat memberikan informasi untuk melengkapi data yang terkumpul dengancara menggabungkan data dari hasil kajian literatur dengan hasil obeservasi danwawancara di lapangan. Berdasarkan konsep tersebut dapat dijabarkan gambaran desainpenelitian sebagai berikutGambar 1. Bagan Disain Penelitian KualitatifDASAR TEORINeuromuskularSistem neuromuskular sangat besar pengaruhnya pada mobilisasi seseorang, karenasaat seseorang melakukan aktivitas, kontraksi otot selalu dirangsang oleh saraf sehinggaotot terkontrol kekuatan dan akurasinya. Sistem neuromuskular terdiri dari otot, sendi,tulang, ligamen, tendon,kartilago dan saraf. Saat kontraksi otot ada dua tipe kontraksiyaitu 1 kontraksi isotonik dimana peningkatan tekanan otot menyebabkan otot Ujang Rohman2019Perubahan Fisiologis Tubuh Selama Immobilisasi Dalam Waktu Lama[370]memendek dan 2 kontraksi isometric dimana peningkatan tekanan otot tidak adapemendekan dari immobilisasi yang cukup lama, akan terjadi respon fisiologis pada sistemotot rangka. Respon fisiologis tersebut berupa gangguan mobilisasi permanen yangmenjadikan keterbatasan mobilisasi. Keterbatasan mobilisasi akan mempengaruhi dayatahan otot sebagai akibat dari penurunan masa otot, atrofi dan stabilitas. Pengaruh ototakibat pemecahan protein akan mengalami kehilangan masa tubuhyang terbentuk olehsebagian otot. Karena itu, penurunan masa otot tidak mampu mempertahankan aktivitastanpa peningkatan kelelahan. Selain itu juga terjadi gangguan pada metabolismekalsium dan mobilisasi sendiAtrofi otot adalah perubahan yang terjadi pada otot akibat kondisi tidakdipergunakan misalnya immobilisasi atau karena pembebanan yang kurang mismikrogravitasi pada astronot di luar angkasa, penuaan, kelaparan, dan sejumlahpenyakit lainnya mis kaheksia. Atrofi pada otot ditandai dengan berkurangnya proteinpada sel otot, diameter serabut, produksi kekuatan, dan ketahanan terhadap kelelahanKandarian, 2008. Jika otot tidak digunakan selama beberapa hari atau minggu, makakecepatan penghancuran protein kontraktil otot aktin dan myosin lebih tinggidibandingkan pembentukkannya, sehingga terjadi penurunan protein kontraktil otot danterjadi atrofi otot. Hal ini juga dapat terjadi jika suplai saraf pada otot tidak ada. Jikasinyal untuk kontraksi menghilang selama 2 bulan atau lebih, akan terjadi perubahandegeneratif pada otot yang disebut dengan atrofi degeneratif. Pada akhir tahap atrofidegeneratif terjadi penghancuran serabut otot dan digantikan oleh jaringan fibrosa danlemak. Bagian serabut otot yang tersisa adalah membrane sel dan nucleus tanpa disertaidengan protein kontraktil. Kemampuan untuk meregenerasi myofibril akan fibrosa yang terjadi akibat atrofi degeneratif juga memiliki kecenderunganuntuk memendek yang disebut dengan kontraktur. Oleh karena itu sangat penting bagifisioterapi untuk mencegah otot yang mengalami atrofi menjadi kontaktur. Hal ini dapatdicegah dengan peregangan otot setiap hari atau memakai alat yang dapat menjaga ototagar teregang selama proses atrofi Guyton & Hall, 2012. Diagram yangmenggambarkan kerangka terjadinya stimulus yang merangsang dan implikasinyaterhadap berbagai kondisi immobilisasi yang menyebabkan atrofi 2. Bagan Kondisi Immobilisasi Menyebabkan Atrofi OtotKandarian, 2008. Ujang Rohman2019Perubahan Fisiologis Tubuh Selama Immobilisasi Dalam Waktu Lama[371]KardiovaskularImmobilisasi yang lama dapat menyebabkan penurunan yang significant padavolume dan berat ventrikel kiri dan kanan, serta aksis mayor ventrikel kiri setelah 60hari berbaring dengan kemiringan kepala 6°Head DownTilt =HDT yang menunjukkanterjadinya atrofi pada jantung. Hal ini menyebabkan berkurangnya isi sekuncup StrokeVolume=SV pada posisi berdiri, curah jantung Cardiac Output, peningkatan denyutjantung dan hipovolemia Dorfman et al., 2007. Menurunnya cardiac output COmenyebabkan turunnya VO2 max Demiot et al., 2007.Posisi HDT mengakibatkan adanya re-distribusi cephalic dan intrathoracic darivolume intravascular dan peningkatan transient SV sekunder karena hilangnya gradienttekanan hidrostatik dan gravitasi akut. Ketika terjadi diuresis, Hal ini menyebabkanterjadinya keseimbangan hemodinamik yang baru yang merupakan pertengahankeseimbangan hemodinamik antara posisi berdiri dan berbaring telentang. Selain itu,juga terjadi intoleransi hipotensi ortostatik. Selain itu system simpatis hipo-adrenergikdan volume plasma yang dependen Dorfman et al., 2007. Perubahan sistemkardiovaskuler dipengaruhi oleh lama menyebabkan terjadinya penurunan berbagai volume parudiakibatkan karena melemahnya otot-otot respirasi sehingga menurunnya gerakanrespirasi, di antaranya yaitu1. Penurunan Kapasitas Vital yang disebabkan karena menurunnya performa ototinspirasi dan 3. Grafik Penurunan Kapasitas Vital Pada Saat ImmobilisasiH 113 danSetelah Immobilisasi H 120 +3, +15Montmerle, Spaak, & Linnarsson, 20022. Terjadi penurunan FEF25-75% 20% pada posisi supine yang disebakan karenamenurunnya elastic Terjadi Penurunan FEF 25-75% Pada Kondisi yang Sama denganKapasitas Difusi Pulmonal Menurun Pada Posisi Berdiri dan Supine 20%Montmerle et al., 2002 Ujang Rohman2019Perubahan Fisiologis Tubuh Selama Immobilisasi Dalam Waktu Lama[372]Gambar Terjadi Penurunan Kapasitas Difusi Pada Kondisi yang SamaMontmerle et al., 20023. Aliran darah pulmonal meningkat 20% pada posisi supine dan 35% pada posisiberdiri. Hal ini disebabkan karena menurunnya volume plasma dan darah. Selain itu,immobilisasi lama juga meningkatkan resiko terjadinya edema pulmonal,terganggunya kemampuan untuk membersihkan sekresi tracheobronchial danmeningkatnya emboli paru. Namun immobilisasi lama tidak menyebabkan terjadinyaperubahan pada Peak Expratory Flow PEFHASIL DAN PEMBAHASANImmobilisasi atau gangguan mobilisasi adalah keadaan seseorang yang tidak dapatbergerak secara bebas yang disebabkan adanya gangguan pada sistem motorik fisologis yang terjadi pada tubuh apabila immobilisasi yang cukup lamaantara lain meliputiPerubahan Pada Sistem MetabolismeImmobilisasi pada periode yang lama akan mengganggu sistem metabolismeberupa menurunnya kecepatan metabolisme pada tubuh seseorang yang lebih dikenaldengan istilah tingkat metabolime basal atau Basal Metabolism Rate BMR.Menurunya BMR akan mengakibatkan berkurangnya pasokan energi pada sel-sel tubuhyang menyebabkan gangguan pada proses pemenuhan kebutuhan oksigen oksigenasisel dan proses anabolisme menurun serta proses katabolisme meningkat sehinggaberesiko meningkatkan gangguan metabolisme itu perubahan metabolisme tubuh akibat immobilisasi yang cukup lama akanmenyebabkan cairan elektrolit pada tubuh tidak seimbang dan terjadi ganngguan dalammengubah zat gizi pada sistem pencernaan gastrointestinal.Terjadinya perubahanpada metabolisme, system endokrin dan sebagainya sebagaimana terangkum 1. Efek immobilisasi Pada Berbagai Organ TubuhKekuatan otot dan aliran darah ke otot menurunPengeroposan tulang meningkat, kepadatan tulangmenurunVolume tekanan menurun, curah jantung menurun danhipotensi ortostatikJalan pernafasan menurun, pengambilan oksigen O2menurun, meningkatkan potential untuk atelaktasisAnoreksia malnutirisi, sembelit Ujang Rohman2019Perubahan Fisiologis Tubuh Selama Immobilisasi Dalam Waktu Lama[373]Immobilisasi pada periode yang lama akan mengganggu keseimbangan nitrogenN yang negatif sehingga terjadi kerusakan protein terutama protein otot sebagai akibatmenurunnya pembentukan protein sintesis protein, selain itu keseimbangan N yangnegatif dapat menurunkan kecepatan penyembuhan fungsional tubuh. Oleh karena ituuntuk mengatasinya dilakukan latihan selama periode immobilisasi. Denganmempertimbangkan faktor-faktor yang berkontribusi seperti efek latihan, durasi istirahatdan langkah-langkah pengetahuan kognitif yang diberikan, maka seseorang yangmemiliki antivitas fisik terbatas in-aktivitas dapat dipertahankan melalui upayakesehatan dan kognitif yang tetap semangat Dolenc & Petrič, 2013Perubahan Pada OtotTahapan terjadinya atrofi otot dimulai dengan berkurangnya tonus otot. Hal inimenyebabkan 1 Myostatinregulator negative untuk pertumbuhan otot termasukfamily menyebabkan atrofi otot melalui penghambatan pada prosestranslasi protein sehingga menurunkan kecepatan sintesis protein. 2 NF-κB merupakanfamily dari 5 faktor transkripsi [p65Rel A, Rel B, c-Rel, p52, and p50].NF-κBmenginduksi atrofi dengan aktivasi transkripsi dan ubiquinasi protein. Jika otot tidakdigunakan menyebabkan peningkatan aktivitas transkripsi dari NF-κB. 3 ReactiveOxygen Species ROS pada otot yang mengalami yang tidak mendapatkan pembebanan akan meningkatkan produksi Cu, ZnSuperoksida Dismutase yang menyebabkan kerusakan yang ditambah lagi denganmenurunya catalase,glutathioneperoksidase, dan mungkin Mn, superoksida dismutase,yaitu sistem yang akan memetabolisme kelebihan ROS. ROS menyebabkan peningkatankerusakan protein, menurunnya ekspresi myosin, dan peningkatan espresi komponenjalur ubiquitine proteolitik beban pada otot menyebabkan menurunnya sintesis protein. TranslasimRNA menjadi protein meliputi tiga tahapan yaitu, inisiasi,elongasi dan pertama lebih banyak dipengaruhi pada atrofi. 4E-BP-1 merupakan faktorinisiasi translasi yang dalam keadaan tidak terfosforilasi bekerja sebagai faktor inhibitortranslasi yang kuat dengan mengikat faktor inisiasi pengikatan eukariotik eIF-4E.Pada keadaan tidak terpakai selama 14 hari, ikatan 4E-BP-1 dengan eIF-4E tikus meningkat, sehingga proses translasi akan menurun, sistemproteolitik pada atrofi otot akibat tidak terpakai. Terjadinya atrofi otot dikarenakanserabut-serabut otot tidak berkontraksi dalam waktu yang cukup lama sehingga perlahanakan mengecil atrofi dimana terjadi perubahan antara serabut otot dan berubah berpotensi kerusakan pada kulitSosial terisolasi, gelisah, depresi, disorientasi Ujang Rohman2019Perubahan Fisiologis Tubuh Selama Immobilisasi Dalam Waktu Lama[374]Gambar 5. A. Sistem Calpain Dependent Calsium. B. Sistem Protease LysosomalKatepsin. C. Sistem Ubiquitin Ub;c Proteosome Dependent ATPKandarian, 2008Pada gambar 5 memperlihatkan peningkatan ke 3 sistem ini terlibat pada prosesproteolitik. Protein yang berperan pada pembentukan dan pelipatan protein myofibriladalah substrate calpaintitin,vinculin,nebulin, dan lain-lain. Aktivasi calpain akanmenyebabkan dis-integrasi dan lepasnya myofibril dari susunannya. Miofibril yangterlepas kemudian akan mengalami degradasi oleh system ubiquitin Ub;c-proteosomedependent ATP, dan masuk ke dalam lisosom untuk dihancurkanKandarian, 2008.Akibat dari hal tersebut di atas adalah 1 kekuatan otot menurur 4-5% perminggu,2 Atrofi otot dengan cepat primer bedrest,gips pada tungkai dan sekunderpolineuropathy dan myopathy, 3 Grup otot yang paling cepat terkena adalah otot-ototyang dipergunakan untuk mempertahankan postur, 4 Satu hari bedrest memerlukan 2minggu rekondisi untuk mengembalikan kekuatan otot Candow & Chilibeck, 2005.Perubahan Pada SkeletonPerubahan yang terjadi pada sistem skeleton sebagai akibat immobilisasi padaperiode yang lama berupa adanya gangguan metabolisme kalsium dan kelainan tersebut mengakibatkan resorbsi pada tulang yang menyebabkan jaringantulang menjadi tidak padat sehingga terjadi pengeroposan tulang osteoporosis.Menurut Kaneguchi, Ozawa, Minamimoto, & Yamaoka 2018 latihan dalam waktujangka panjang setelah durasi imobilisasi lainnya dapat secara positif mempengaruhipemulihan dari kontraktur sendi yang diinduksi imobilisasi. Selain itu olahraga denganintensitas tinggi harus dihindari selama fase awal remobilisasi setelah imobilisasi sendi,bukan untuk menyebabkan cedera iatrogenic Kaneguchi et al., 2018.Immobilisasi yang lama menyebabkan terjadinya proses demineralisasi yang cepatdan diffuse pada tulang, dimana mineral tubuh hilang 0,5% per bulan dan tulang panggul hip dan vertebra turun 2,9% dan 3,8% padaimmobilisasi 12 minggu. Hal ini menyebabkan percepatan terjadinya osteoporosis danfaktor resiko terjadinya fraktur Hudec & Camacho, 2012. Sedangkan perubahanlainnya adalah terjadinya pembengkokan lateral tulang belakang. Menurut Holla et al.,2016 bisa dilakukan dengan bantuan perangkat torak setinggi bagian leher cervicoakan mengurangi fleksi dan ektensi dan juga mengurangi pembengkokan lateran danrotasi ke tingkat lebih rendah. Perangkat torak service rendah membatasi tekukan lateralke tingkat yang sama seperti perangkat torak servico-tinggi, tetapi jauh lebih efektifuntuk membatasi fleksi, ekstensi, dan rotasi. Akhirnya, perangkat kranio-torak hampirsepenuhnya membatasi pergerakan tulang belakang leher Holla et al., 2016. Menurut Ujang Rohman2019Perubahan Fisiologis Tubuh Selama Immobilisasi Dalam Waktu Lama[375]Moseley et al., 2015 pembatasan gerak pada kemungkinan cedera tulang belakangharus dievaluasi dengan benar dan diambil tindakan yang tepat. Tidak semua pasientrauma memerlukan restriksi gerak tulang Pada KardiovaskularPerubahan yang terjadi pada kardiovaskular sebagai akibat immobilisasi padaperiode yang lama, menyebabkan hipotensi ortostatik yaitu peningkatan beban kerjajantung dan adanya pembentukan trombus thrombus. Hal ini disebabkan adanyapenurunan kemampuan saraf otonom. Selain itu akan menurunkan reflek neurovaskulardan menyebabkan vasokontriksi dimana darah terkumpul pada vena bagian bawahsehingga sistem sirkulasi darah akan mengalami hambatan. Penurunan tekanan darahsistolik 25 mmhg dan diastolik 10 mmhg ketika dari posisi berbaring atau dudukkeposisi berdiri. Peningkatan kerja jantung dikarenakan adanya posisi berbaringhorizontal yang menyebabkan darah pada bagian anggota bagian bawah lowerextremity meningkatkan aliran vena kembali ke jantung sehingga terjadi peningkatankerja jantung. Efek immobilisasi akan terjadi peningkatan status adrenergic tonussimpatikus denyut jantung dan penurunan efisiensi itu immobilisasidalam waktu yang lama akan menyebabkan aliran darah pada anggota badan bagianbawah lower extremity tidak lancar statis yang mengganggu faktor-faktorpembekuan pada endotel pembuluh darah. Sedangkan adanya pembentukan trombuspada immobilisasi yang cukup lama disebabkan oleh vena statis yaitu menurunnyakontraksi otot muskular yang dapat meningkatkan arus balik vena. Terganggunyafaktor pembekuan akan timbul bekuan darah trombus di katub-katub vena extremitasbawah. Selain itu pada immobilisasi lama terjadi perubahan disfungsi endotil padamikro sirkulasi yang ditandai dengan penurunan vasodilatasi-dependent endothel danpeningkatan sel endotel yang bersirkulasi terutama disebabkan jalur memiliki fungsi yang penting pada homeostasis dan aliran darah lokal. Endotelakan menginduksi vasodilatasi, membatasi inflamasi vaskular, dan mempertahankankekentalan cairan. Disfungsi endotel mengakibatkan adanya vasokontriksi, thrombosisdan inflamasi dan merupakan faktor utama penyebab terjadinya darah pada sirkulasi memiliki tekanan tangensial pada permukaan selendotel yang kemudian mencegah tekanan yang terlalu besar pada arteri-arteri kecil danresistensi perifer vaskular. Penurunan kronis tekanan pada lumen vascular akanmenyebabkan terganggunya fungsi endotel dan meningkatnya apoptosis sel. Disfungsiendothelial pada mikrosirkulasi menyebabkan terjadinya atrofi otot, perubahanmetabolisme energi, pembentukan mulkus pada kulit Demiot et al., 2007.Immobilisasi lama tidak menyebakan terjadinya perubahan yang signifikan padatekanan arteri rata-rata seperti terlihat dalam periode yang lama akan menyebabkan terjadinya orthostatichipotensi yaitu terjadinya penurunan kemampuan saraf otonom untuk memenuhipersediaan darah dalam tubuh Mulavara, Peters, Miller and Kofman, 2018. Selain ituimmobilisasi dalam periode yang lama juga menyebabkan penurunan pada tonus ototpada tungkai sehingga akan mengurangi aliran darah pada pembuluh darah vena besardi bagian ektremitas bawah tubuh. Immobilisasi dalam periode yang lama menyebabkanmeningkatnya resorpsi tulang sehingga menimbulkan penurunan kalsium dalam darahdan juga meningkatkan terjadinya pengeluaran kalsium melalui urin hiperkalsemia. Ujang Rohman2019Perubahan Fisiologis Tubuh Selama Immobilisasi Dalam Waktu Lama[376]Tabel Arteri Rata-Rata Pada Orang yang Tidak Latihan dan LatihanPada Posisi BerbaringRerata tekan arteri, mmHgPeriode BasalIontophoresisPemanasanKontrol Doppler, auPeriode ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± Suhu Kulis, oCPeriode ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± itu immobilisasi dalam periode lama dapat menyebabkan penurunan yangberarti pada volume dan berat ventrikel kiri dan kanan, serta aksis mayor ventrikel kirisetelah 60 hari berbaring dengan kemiringan kepala 6° Head Down Tilt =HDTmenunjukkan terjadinya atrofi pada jantung. Hal ini menyebabkan berkurangnya isisekuncup stroke volume=SV pada posisi berdiri dan curah jantung cardiac output,peningkatan denyut jantung dan hipovolemia. Menurunnya cardiac output COmenyebabkan Pada RespirasiImmobilisasi pada periode yang lama menyebabkan menurunnya gerakan respirasi,di antaranya berupa penurunan kapasitas vital yang disebabkan karena menurunnyaperforma otot inspirasi dan ekspirasi, kemudian terjadi penurunan Peak Expratory FlowPEF 25-75% dan 20% pada posisi berbaring supine yang disebabkan karenaelastisitas otot menurunnya elastic recoil. Selanjutnya terjadi penurunan volumeplasma dan darah dikarenakan aliran darah paru meningkat 20% pada posisi berbaringdan 35% pada posisi berdiri. Selain itu juga akan meningkatkan resiko terjadinya edemaparu edema pulmonal, terganggunya kemampuan untuk membersihkan sekresi trakeobronkial trachea bronchial dan meningkatnya emboli paru. Namun immobilisasi lamatidak menyebabkan terjadinya perubahan pada puncak aliran ekspirasi Peak ExpratoryFlow.Immobilisasi pada periode yang lama dapat menurunkan ekspansi paru karenaterjadi tekanan yang berlebihan pada permukaan paru-paru sehingga terjadi penurunanvolume udara yang masuk dan adanya peningkatan sekresi kajian teori dan pembahasan beberapa konsep dapat disimpulkanbahwa immobilisasi dalam periode yang lama akan terjadi respon fisologis pada sistemotot rangka. Respon fisiologis pada sistem otot rangka tersebut berupa gangguanmobilisasi permanen yang menyebabkan keterbatasan mobilisasi. Keterbatasanmobilisasi akan mempengaruhi daya tahan otot sebagai akibat dari penurunan masa otot,atrofi dan stabilitas. Pengaruh otot akibat pemecahan protein akan mengalami Ujang Rohman2019Perubahan Fisiologis Tubuh Selama Immobilisasi Dalam Waktu Lama[377]kehilangan masa tubuh yang terbentuk oleh sebagian otot. Karena itu, penurunan masaotot tidak mampu mempertahankan aktivitas tanpa peningkatan kelelahan, selain itujuga terjadi gangguan pada metabolisme kalsium dan mobilisasi immobilisasi dalam periode lama pada sistem kardiovaskularmenyebabkan peningkatan beban kerja jantung orthostatic hipotensi dan adanyapembentukan trombus. Keadaan hipotensi ortostatik ditandai dengan pusing, pucat,keluar keringat dan jika berdiri terasa nyeri di kaki, sedangkan pembentukan trombusditandai dengan peningkatan statis vena dan tekanan luar yang melawan pada sistem respirasi menyebabkan terjadinya penurunan volume parusebagai akibat dari melemahnya otot-otot respirasi sehingga menurunnya PUSTAKABooth, F. W., & Lees, S. J. 2007. Fundamental questions about genes, inactivity, andchronic diseases. Physiological Genomics,282, 146– D. G., & Chilibeck, P. D. 2005. Differences in size, strength, and power ofupper and lower body muscle groups in young and older men. Journals ofGerontology - Series A Biological Sciences and Medical Sciences,602, 148– C., George, F. D., Fortrat, J. O., Sabatier, F., Gharib, C., Larina, I., … Custaud,M. A. 2007. WISE 2005 Chronic bed rest impairs microcirculatory endotheliumin women. American Journal of Physiology - Heart and Circulatory Physiology,2935, 1–26. P., & Petrič, M. 2013. The effects of prolonged physical inactivity induced bybed rest on cognitive functioning in healthy male participants. AnnalesKinesiologiae,42, 130– T. A., Levine, B. D., Tillery, T., Peshock, R. M., Hastings, J. L., & Schneider,S. M. 2007. Cardiac atrophy in women following bed rest. Journal of AppliedPhysiology,1031, C. A., & Hall, J. E. 2012. Textbook of Medical Physiology Thirteenth.Philadelphia Elsevier M., Huisman, J. M., Verdonschot, N., Goosen, J., Hosman, A. J., & Hannink, G.2016. The ability of external immobilizers to restrict movement of the cervicalspine a systematic review. European Spine Journal,257, 2023– S., & Camacho, P. 2012. Secondary causes of osteoporosis. EndocrinePractice,191, 120–128. Ujang Rohman2019Perubahan Fisiologis Tubuh Selama Immobilisasi Dalam Waktu Lama[378]Kandarian, S. 2008. The molecular basis of skeletal muscle atrophy - Parallels withosteoporotic signaling. Journal of Musculoskeletal Neuronal Interactions,84,340– A., Ozawa, J., Minamimoto, K., & Yamaoka, K. 2018. Active exercise onimmobilization-induced contractured rat knees develops arthrogenic jointcontracture with pathological changes. Journal of Applied Physiology,1242,291–301. S., Spaak, J., & Linnarsson, D. 2002. Lung function during and afterprolonged head-down bed rest. Journal of Applied Physiology,921, 75– A. M., Beckenkamp, P. R., Haas, M., Herbert, R. D., Lin, C. W. C., Evans, P.,… Russell, T. 2015. Rehabilitation after immobilization for ankle fracture TheEXACT randomized clinical trial. JAMA - Journal of the American MedicalAssociation,31413, 1376–1385. R. 2017. Tekanan Interface Pasien Tirah Baring Bed Rest SetelahDiintervensi dengan metode Hospital Corner Bed Making Interface Pressure inPatients Bedrest After being Intervented with Hospital Corner Bed MakingMethod. Mutiara Medika,171, 14–21. ... Pengaruh imobilisasi yang lama, akan mengakibatkan respon pada otot rangka. Keterbatasan pada mobilisasi pasien akan berpengaruh pada daya tahan otot akibat dari penurunan masa otot atrofi Rohman, 2019. ...... Atrofi pada otot ditandai dengan berkurangnya komponen yang ada di sel otot salah satunya protein dan diameter serabut sehingga mengakibatkan produksi kekuatan dan ketahanan pada kelelahan menurun. Otot yang tidak digunakan dalam jangka waktu lama menyebabkan penghancuran protein kontraktil otot aktin dan myosin lebih cepat dibandingkan dengan pembentukannya sehingga kandungan kontraktil otot menurun dan mengakibatkan terjadinya atrofi otot Rohman, 2019. Kejadian mengecilnya otot mengakibatkan pasien cepat lelah jika terlalu lama duduk di kursi roda sehingga menganggu kenyamanan pasien. ...... Imobilisasi yang terjadi dalam jangka waktu lama dapat mempengaruhi sistem metabolisme berupa menurunnya kecepatan metabolisme yang lebih dikenal dengan basal metabolisme rate BMR. basal metabolisme rate BMR yang mengalami penurunan mengakibatkan terganggunya proses oksigenasi sel, meningkatkan katabolisme dan menurunkan anabolisme sehingga terjadi gangguan metabolisme Rohman, 2019 . ...Abdan SyakuraSiti NurhosifahRahayu Yuliana WPendahuluan Kursi roda memiliki bahan alas duduk berupa karet dan struktur yang tidak sesuai postur tubuh pengguna. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengembangan pemenuhan kebutuhan rasa aman dan nyaman pada penderita stroke yang menggunakan kursi roda. Metode Desain yang digunakan metode deskriptif Systematic review, penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari bulan April 2021. Pengumpulan data diperoleh dengan searching menggunakan kata kunci yang telah ditentukan, selanjutnya mengisi tabulasi artikel dalam bentuk tabel keaslian. Hasil Bahan tempat duduk karet dikembangkan menggunakan busa dan cooltech, struktur tempat duduk dan sandaran dengan menambahkan sandaran kepala, dan struktur pijakan kaki. Kesimpulan Modifikasi bahan tempat duduk dan struktur kursi roda dapat meningkatkan pemenuhan kebutuhan rasa aman dan nyaman pada pasien stroke yang menggunakan kursi roda sehingga pengguna dapat merasa aman dan nyaman saat menggunakannya.... Kelemahan dan kekakuan otot dapat terjadi selama fase imobilisasi, proses imobilisasi atau tirah baring lama juga dapat menyebabkan perubahan pola napas akibat kelemahan dan kekakuan otot-otot pernapasan, selain itu imobilisasi akan menyebabkan terjadinya respon fisiologis yang ditandai dengan menurunnya pergerakan paru saat inspirasi sehingga jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh tubuh kurang [9]. Fisioterapi dapat memberikan latihan pernapasan dalam dan peregangan otot pernapasan dengan tujuan relaksasi otot-otot pernapasan dan meningkatkan fungsi ventilasi paru [10]. ...Diana Silvi NafilaNikmatur RosidahNanang Heru SumarsonoTujuan penulisan studi kasus ini adalah untuk melaporkan intervensi fisioterapi yang dapat diberikan untuk kondisi nekrolisis epidermal toksik pada lansia setelah mengkonsumsi obat golongan NSAID. Intervensi fisioterapi terdiri dari latihan Range of Motion ROM secara aktif dan pasif untuk meningkatkan rentang gerak pada seluruh regio tubuh, latihan pernapasan dengan teknik deep breathing untuk relaksasi otot-otot pernapasan dan meningkatkan fungsi ventilasi paru dan latihan positioning untuk mengurangi komplikasi yang diakibatkan oleh imobilisasi dan dapat meningkatkan rasa nyaman karena dapat mengurangi tekanan yang menetap pada beberapa bagian tubuh akibat posisi statis. Pemeriksaan fisioterapi diukur dan ditulis untuk mengetahui kondisi pasien sebelum intervesi diberikan. Dalam kondisi NET fisioterapi dapat berkontribusi dalam insiden NET untuk rehabilitasi fisik untuk mencegah penururnan fungsi tubuh pasien Kata Kunci Nekrolisis Epidermal Toksik, Sindrom Steven Johnson, Intervensi Fisioterapi.... Jaringan fibrosis yang terjadi akibat atrofi degeneratif juga memiliki kecenderungan untuk memendek sehingga terjadilah kontraktur. 26 Imobilisasi dapat menyebabkan retensi sputum dan aspirasi. Pada posisi berbaring, otot diafragma dan interkostal tidak berfungsi dengan baik sehingga gerakan dinding dada juga menjadi terbatas yang menyebabkan sputum sulit keluar. ...Hildebrand Hanoch VictorEdy Rizal WahyudiCleopas Martin Rumende Cosphiadi IrawanIntroduction. Nosocomial pneumonia is a lung infection that occurs after the patient is hospitalized for more than 48 hours, without any signs of pulmonary infection at the time of treatment. When compared with young individuals, elderly individuals are more likely to have community-sourced and nosocomial infections with worse outcomes. Comprehensive Geriatric Assessment CGA domains are expected to explain the factors that contribute to nosocomial pneumonia in elderly patients. This study aimed to determine the proportion of elderly treated at Dr. Cipto Mangunkusumo National Central General Hospital who experienced nosocomial pneumonia and whether the CGA domains influence the occurrence of nosocomial pneumonia. Methods. A retrospective cohort study was conducted by analyzing the medical records of patients aged 60 years or older who were hospitalized in the medical ward of Geriatric Internal Medicine at Dr. Cipto Mangunkusomo National Central General Hospital in January – September 2019. We also collected secondary data from the geriatric division’s research. The sample consisted of inpatients aged ≥60 years who were hospitalized for more than 48 hours. Those who died within the first 48 hours of hospitalization and subjects with incomplete CGA domain data were excluded from the study. The criteria for nosocomial pneumonia used in this study followed the CDC’s pneumonia criteria for geriatric patients. Data processing was conducted using the application of Statistical Product and Service Solutions SPSS 16. Results. Of 228 subjects, the proportion of nosocomial pneumonia in elderly patients hospitalized was 31,14%. The mean age was 69 years with the subject’s age range between 60-89 years. Nutritional status OR CI95% and functional status OR 95%CI are factors that influence the incidence of nosocomial pneumonia in elderly patients who are hospitalized at Dr. Cipto Mangunkusumo National Central General Hospital. Conclusions. The proportion of elderly patients with nosocomial pneumonia was Nutritional status and functional status are factors that influence the incidence of nosocomial pneumonia in elderly patients who are hospitalized at Dr. Cipto Mangunkusumo National Central General Hospital.... Hal ini akan menyebabkan terganggunya fisiologis tubuh dan menyebabkan asam laktat dalam tubuh tinggi ehingga menyebabkan kelelahan lebih cepat sehingga menyebabkan efisiensi otot mengalami penurunan karena adanya peningkatan hasil metabolisme tersebut sebagai akibat dari penggunaan cadangan energi dalam waktu lama. Penurunan fungsi fisiologis tersebut akan menyebabkan seseorang mengalami penurunan kecepatan kontrasi otot Rohman, 2019. Kondisi kelelahan seseorang dapat terlihat melalui tingkat kelambatannya dalam melakukan suatu aktivitas. ...Rizki Sri WulandariLatar Belakang Kelelahan kerja merupakan perasaan letih ketika aktivitas fisik telah mengalami penurunan. Kelelahan kerja yang terjadi dapat menurunkan kapasitas kerja dan ketahanan tubuh sehingga dapat membahayakan lingkungan sekitar maupun diri Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan status gizi IMT, kualitas tidur dan aktivitas fisik dengan kelelahan kerja pada pekerja bagian Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan desain case control. Populasi penelitian yaitu tenaga kerja Bagian Produksi Di PT. Coca Cola Bottling Indonesia Cikedokan Plant/Ckr-B. Besar sampel dihitung menggunakan rumus Lemeshow didapatkan sebanyak 21 responden kelompok kasus dan 21 responden kelompok kontrol. Data primer bersumber dari kuesioner dan wawancara responden. Data dianalisis menggunakan analisis bivariat uji Chi-Square dan analisis multivariat uji regresi Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara status gizi IMT p=0,001, OR=7,913, kualitas tidur p=0,004, OR=18,687 dan aktivitas fisik p=0,005, OR=6,435 dengan kelelahan kerja. Yang tidak memiliki hubungan dengan kelelahan kerja adalah adalah usia p=0,753, masa kerja p=0,311, shift kerja p=403, asupan energi p=0,304, asupan protein p=0,289, asupan lemak p=0,289, asupan karbohidrat p=0,414 dan pola konsumsi p=1,00.Kesimpulan Terdapat hubungan status gizi IMT, kualitas tidur dan aktivitas fisik dengan kelelahan kerja tetapi tidak terdapat hubungan antara usia, masa kerja, shift kerja, asupan energi, asupan protein, asupan lemak, asupan karbohidrat dan pola konsumsi. Peneliti menyarankan untuk pekerja menjaga status gizi IMT agar normal serta selalu memanfaatkan waktu dengan baik agar mampu memiliki waktu beristirahat dan menyeimbangkan waktu istirahat tersebut dengan jenis aktivitas fisik yang dijalani setiap To review the ability of various types of external immobilizers to restrict cervical spine movement. Methods With a systematical review of original scientific articles, data on range of motion, type of used external immobilization device and risk of bias were extracted. The described external immobilization devices were grouped and the mean restriction percentage and standard deviation were calculated. Finally, each device was classified based on its ability to restrict movement of the cervical spine, according to five levels of immobilization poor MIL <20 %, fair MIL 20–40 %, moderate MIL 40–60 %, substantial MIL 60–80 %, and nearly complete MIL ≥80 %. Results The ability to reduce the range of motion by soft collars was poor in all directions. The ability of cervico-high thoracic devices was moderate for flexion/extension but poor for lateral bending and rotation. The ability of cervico-low thoracic devices to restrict flexion/extension and rotation was moderate, while their ability to restrict lateral bending was poor. All cranio-thoracic devices for non-ambulatory patients restricted cervical spine movement substantial in all directions. The ability of vests with non-invasive skull fixation was substantial in all directions. No studies with healthy adults were identified with respect to cranial traction and halo vests with skull pins and their ability to restrict cervical movement. Conclusions Soft collars have a poor ability to reduce mobility of the cervical spine. Cervico-high thoracic devices primarily reduce flexion and extension, but they reduce lateral bending and rotation to a lesser degree. Cervico-low thoracic devices restrict lateral bending to the same extent as cervico-high thoracic devices, but are considerably more effective at restricting flexion, extension, and rotation. Finally, cranio-thoracic devices nearly fully restrict movement of the cervical growing body of scientific evidence indicates that physical activity beneficially influences cognitive functioning. Less thoroughly investigated are the cognitive out comes of reduced physical activity levels. The purpose of the study was to determine the effects of prolonged physical inactivity induced by bed rest on the participant’s cognitive functioning. Bed rest is a well-accepted method by which an acute stage of human adaptation to weightlessness in space flights is simulated, as well as an important model to study the consequences of extreme physical inactivity in humans. The subjects participating in the study consisted of fifteen healthy males aged between 19 and 65 years who were exposed to 14-day horizontal bed rest in a strict hospital environment. To assess the cognitive functions of the participants, a neuropsychological test battery was administered before and after the bed rest experiment. There was no significant impairment in cognitive performance after the 14-day bed rest on all tests, except in the measurements of delayed recall in the group of older adults. The results suggest that cognitive functions remained relatively stable during the period of physical immobilization. The obtained results have been discussed taking the possible contributing factors into account such as the practice effect, the relatively short duration of bed rest, and the choice of the cognitive measures administered. The study also provides evidence that favourable living and psychosocial conditions can protect one against cognitive decline in the case of extreme physical determined the effects of prolonged head-down tilt bed rest HDT on lung mechanics and gas exchange. Six subjects were studied in supine and upright postures before control, during [day 113 D113], and after R + number of days of recovery 120 days of HDT. Peak expiratory flow PF never differed between positions at any time and never differed from controls. Maximal midexpiratory flow FEF25-75% was lower in the supine than in the upright posture before HDT and was reduced in the supine posture by about 20% between baseline and D113, R + 0, and R + 3. The diffusing capacity for carbon monoxide corrected to a standardized alveolar volume volume-corrected DLCO was lower in the upright than in the supine posture and decreased in both postures by 20% between baseline and R + 0 and by 15% between baseline and R + 15. Pulmonary blood flow QC increased from R + 0 to R + 3 by 20 supine and 35% upright. As PF is mostly effort dependent, our data speak against major respiratory muscle deconditioning after 120 days of HDT. The decrease in FEF25-75% suggests a reduction in elastic recoil. Time courses of volume-corrected DLCO and QC could be explained by a decrease in central blood volume during and immediately after study investigated the effects of treadmill walking during remobilization on range of motion ROM and histopathology in rat knee joints, which were immobilized for three weeks in a flexed position. After fixator removal, rats were divided into a no-intervention RM group and a group forced to walk on a treadmill daily at 12 m/min for 60 min WALK group. Passive knee extension ROMs were measured before m-ROM and after a-ROM knee flexor myotomy on the first and last day of a seven-day remobilization period, with m-ROM mainly reflecting myogenic factors and a-ROM reflecting arthrogenic factors. Knee joints were histologically analyzed and gene expression of inflammatory or fibrosis-related mediators in the posterior joint capsule were examined. m-ROM and a-ROM restrictions were established after immobilization. m-ROM significantly increased following the remobilization period both in RM and WALK groups compared with that of immobilized IM group. Conversely, a-ROM decreased following the remobilization period in both RM and WALK groups compared with that of IM group. Importantly, a-ROM was smaller in WALK group than RM group. Remobilization without intervention induced inflammatory and fibrotic reactions in the posterior joint capsule after one and seven days. Treadmill walking promoted these reactions and also increased the expression of fibrosis-related TGF-β1 and collagen type I and III genes. While free movement after immobilization improved myogenic contracture, arthrogenic contracture worsened. Treadmill walking further aggravated arthrogenic contracture through amplified inflammatory and fibrotic reactions. Thus, active exercise immediately after immobilization may not improve immobilization-induced joint M MoseleyPaula R Beckenkamp Marion HaasChung-Wei Christine LinImportance The benefits of rehabilitation after immobilization for ankle fracture are To determine the effectiveness of a supervised exercise program and advice rehabilitation compared with advice alone and to determine if effects are moderated by fracture severity or age and Setting, and Participants The EXACT trial was a pragmatic, randomized clinical trial conducted from December 2010 to June 2014. Patients with isolated ankle fracture presenting to fracture clinics in 7 Australian hospitals were randomized on the day of removal of immobilization. Of 571 eligible patients, 357 chose not to participate and 214 were allocated to rehabilitation n = 106 or advice alone n = 108, with 194 91% followed up at 1 month, 173 81% at 3 months, and 170 79% at 6 months. There were no withdrawals attributed to adverse effects. Recruitment terminated early on December 31, 2013 planned enrollment, 342; actual, 214, because funding was Supervised exercise program and advice about self-management rehabilitation individually tailored, prescribed, monitored, and progressed or advice alone, both delivered by a physical Outcomes and Measures Primary outcomes were activity limitation assessed using the Lower Extremity Functional Scale score range, 0-80; higher scores indicate better activity, and quality of life assessed using the Assessment of Quality of Life score range, 0-1; higher scores indicate better quality of life, measured at baseline and at 1, 3 primary time point, and 6 Mean activity limitation and quality of life at baseline were SD, and SD, respectively, for advice and SD, and SD, for rehabilitation, increasing to SD, and SD, for advice vs SD, and SD, for rehabilitation at 3 months. Rehabilitation was not more effective than advice for activity limitation mean effect at 3 months, [95% CI, − to or quality of life − [95% CI, − to Treatment effects were not moderated by fracture severity or age and and Relevance A supervised exercise program and advice did not confer additional benefits in activity limitation or quality of life compared with advice alone for patients with isolated and uncomplicated ankle fracture. These findings do not support the routine use of supervised exercise programs after removal of immobilization for patients with isolated and uncomplicated ankle Registration Identifier ACTRN12610000979055Susan M Delange Hudec Pauline CamachoObjective To provide an updated review of several causes of secondary osteoporosis as well as screening recommendations for these disorders. Methods We conducted an updated review of the literature published since 2006 on secondary causes of osteoporosis. This information has been added to the relevant data published between 1990 and 2006, which was included in our prior review from 2006. This current review also includes recent clinical guidelines recommendations. Results Secondary osteoporosis occurs in almost two thirds of men, more than half of premenopausal women, and about 30% of postmenopausal women. Its causes are vast, and they include hypogonadism, medications, hyperthyroidism, vitamin D deficiency, primary hyperparathyroidism, solid organ transplantation, gastrointestinal diseases, hematologic diseases, Cushing's syndrome, and idiopathic hypercalciuria. These causes have their own pathogenesis, epidemiologic features, and effects on the skeleton. Conclusion The causes of secondary osteoporosis are numerous, and an understanding of their characteristics with respect to bone density and potential fracture risk is essential in the management of osteoporosis. A heightened awareness of the possibility of their existence is necessary to provide optimal compared muscle thickness, torque, normalized torque torque/muscle thickness, and power at rad/s and rad/s in flexor and extensor muscles of the elbow and knee, and in ankle plantar flexors in young n = 22, 18–31 years and older n = 28, 59–76 years men. Young men had greater muscle thickness for all muscle groups p <.01, except elbow extensors, which were similar to older men. Young men had greater torque and power at both velocities for all muscle groups p <.01, and greater normalized torque at both velocities for the elbow extensors and knee flexors and at the fast velocity for knee extensors. Relative to young mean values, muscle thickness, and torque, normalized torque, and power in the older group were most affected for lower-body measurements, especially at the fast velocity. Torque, normalized torque, and power especially at fast velocities, and muscle thickness in the lower body are affected more by aging than are upper body measures in men. Frank BoothSimon J LeesCurrently our society is faced with the challenge of understanding the biological basis for the epidemics of obesity and many chronic diseases, including Type 2 diabetes. Physical inactivity increases the relative risk of coronary artery disease by 45%, stroke by 60%, hypertension by 30%, and osteoporosis by 59%. Moreover, physical inactivity is cited as an actual cause of chronic disease by the US Centers of Disease Control. Physical activity was obligatory for survival for the Homo genus for hundreds of thousands of years. This review will present evidence that suggests that metabolic pathways selected during the evolution of the human genome are inevitably linked to physical activity. Furthermore, as with many other environmental interactions, cycles of physical activity and inactivity interact with genes resulting in a functional outcome appropriate for the environment. However, as humans are less physically active, there is a maladaptive response that leads to metabolic dysfunction and many chronic diseases. How and why these interactions occur are fundamental questions in biology. Finally, a perspective to future research in physical inactivity-gene interaction is presented. This information is necessary to provide the molecular evidence required to further promote the primary prevention of chronic diseases through physical activity, identify those molecules that will allow early disease detection, and provide society with the molecular information needed to counter the current strategy of adding physical inactivity into our lives.
Andacenderung akan merasa lelah serta tidak berenergi saat duduk lama dan melakukan aktivitas yang sama sepanjang hari. Tidak bergerak bukan berarti Anda menyimpan energi, tapi itu malah akan menurunkan energi Anda. Tubuh Anda juga tidak bergerak sehingga menjadi tidak bergairah. 4. Nyeri Tulang Belakang. Posisi tubuh statis dalam waktu yang lama
- Jam biologis adalah hal yang secara alami membantu kita tertidur dan terbangun pada waktu tertentu. Tahukah Anda bagaimana mekanisme jam biologis terhadap tubuh Anda? Irama sirkadian Dilansir dari National Institute of General Medical Sciences, irama sirkadian adalah perlakuan fisik, mental, dan perilaku yang menjadi kebiasaan Anda selama 24 jam. Ini merupakan proses alami yang Anda lakukan dalam merespons siang dan satu contoh dari irama sirkadian adalah ketika Anda tidur di malam hari dan bangun di siang hari. Baca juga Studi Hindari Cahaya Ponsel dan TV Sebelum Tidur jika Ingin Menurunkan Berat Badan Jam biologis Ternyata, jam biologis lebih rumit dari itu. Selama ini kita mengenal jam biologis sebagai jam yang mengatur pola tidur kita. Jam biologis berperan lebih dalam berada di dalam tubuh kita. Jam biologis mengatur tubuh lebih spesifik, seperti bagaimana protein berinteraksi dengan sel. Hal tersebut akan berpengaruh terhadap berbagai hal di dalam tubuh kita. Fungsi yang diatur oleh irama sirkadian dan jam biologis meliputi pelepasan hormon, pola makan dan pencernaan, suhu tubuh dan berbagai fungsi satu fungsi utamanya adalah mengatur jam tidur. Tubuh akan di perintahkan oleh jam biologis untuk mengontrol produksi melatonin. Melatonin adalah hormon yang membuat Anda mengantuk. Baca juga 7 Efek Kurang Tidur, Bisa Membuat Anda Jadi Pelupa Ketika cahaya yang diterima lebih sedikit, otak akan menerima informasi tersebut sebagai perintah untuk memproduksi lebih banyak melatonin. Ini sebabnya ketika lampu dimatikan pada malam hari, Anda akan lebih mudah tertidur dibandingkan dengan situasi lampu menyala. Faktor yang mempengaruhi jam biologis dan irama sirkadian Perubahan pada tubuh Anda dan lingkungan bisa membuat irama sirkadian Anda berubah. Ini akan mengubah pula siklus respons tubuh terhadap siang dan malam. Berikut beberapa faktor perubahan tersebut Mutasi atau perubahan pada gen tertentu Jet lag atau perubahan shift kerja Cahaya dari gawai seperti ponsel pada malam hari bisa membuat bingung jam biologis Anda, dan semakin sulit untuk tertidur Baca juga Bagaimana Cara Otak Bangun dari Tidur? Kondisi ini membuat tubuh menerima sinyal yang berbeda sehingga tubuh tetap bangun dan berenergi ketika waktu tidur. Begitu pula sebaliknya, tubuh merasa mengantuk ketika sudah waktunya untuk bangun dan beraktivitas. Perubahan ini jika terjadi terlalu sering, bisa menyebabkan berbagai kondisi kesehatan serius, mulai dari gangguan tidur, hingga kondisi kronis seperti obesitas, diabetes, depresi, dan gangguan bipolar. Penting sekali untuk menjaga jam biologis dan irama sirkadian dalam menjaga kesehatan Anda. Sudahkah Anda tidur dan bangun dengan teratur? Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

MenurutUndang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, Penyandang Disabilitas dikategorikan menjadi tiga jenis, yaitu sebagai berikut: a. Cacat Fisik. Cacat fisik adalah kecacatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi tubuh, antara lain gerak tubuh, penglihatan, pendengaran, dan kemampuan berbicara.

Hormon adalah zat yang diproduksi oleh kelenjar dengan sekresi internal. Fungsinya adalah untuk membawa sinyal melalui darah ke organ target di dalam tubuh. Pola makan dan pola hidup yang tidak sehat bisa menyebabkan resistansi hormon adalah masalah yang terkait dengan hormon. Resistansi hormon bisa menyebabkan obesitas, salah satu masalah kesehatan yang meningkatkan risiko berbagai macam seperti penyakit jantung, diabetes melitus, hipertensi, dan masih banyak semua jenis hormon apabila mengalami resistansi bisa menyebabkan obesitas. Setidaknya ada lima yang tercatat. Apa saja lima hormon yang jika mengalami resistansi bisa berkontribusi terhadap obesitas? Cek daftarnya di bawah ini!1. Insulinilustrasi hormon insulin Scripps Health, insulin adalah hormon metabolisme yang dibuat oleh organ pankreas. Hormon ini memiliki peran memberi tahu sel-sel dalam tubuh bahwa bahan bakar dalam bentuk gula darah atau glukosa tersedia untuk segera beberapa kasus karena berbagai alasan, sel-sel tubuh tidak merespons insulin sebagaimana mestinya dan tidak dapat dengan mudah mengambil gula dari darah. Akhirnya, pankreas bereaksi dengan memproduksi lebih banyak insulin untuk mempertahankan kadar gula darah yang lebih sel tubuh menjadi terlalu resistan terhadap insulin, hal itu dapat menyebabkan peningkatan kadar gula darah, yang bisa menyebabkan penambahan berat badan dan berujung pada obesitas. Menurunkan berat badan dengan resistansi insulin lebih sulit karena tubuh menyimpan kelebihan gula darah sebagai mengalami resistansi insulin, terjadi gangguan pada proses glikolisis yang mana pankreas tetap memproduksi insulin, tetapi sel-sel tubuh tidak menyerap glukosa sebagaimana mestinya. Kondisi ini menyebabkan penumpukan glukosa di dalam darah, sehingga membuat kadar glukosa tubuh berada di atas dari resistansi insulin antara lain yaitu kadar gula darah tinggi, tekanan darah tinggi, tingkat trigliserida tinggi sejenis lemak darah, LDL kolesterol jahat tinggi, dan HDL kolesterol baik rendah. Gejala resistansi insulin berhubungan dengan kadar glukosa darah yang tinggi, seperti meningkatnya rasa membantu mengontrol kadar gula darah dalam tubuh. Caranya dengan memberi sinyal pada sel lemak, otot, dan hati untuk mengambil glukosa dari darah dan mengubahnya menjadi glikogen gula otot di sel otot, trigliserida di sel lemak, dan keduanya di sel makan tinggi karbohidrat dan lemak jenuh adalah penyebab obesitas. Obat-obatan tertentu dan kondisi genetik juga merupakan kontributor lain. Faktor penting lainnya yaitu kurangnya aktivitas fisik. Aktivitas fisik rutin penting dalam membantu metabolisme normal tubuh yang secara tidak langsung mampu mencegah terjadinya keadaan patologis terkait Leptinilustrasi makan karena lapar PiacquadioMengutip Cleveland Clinic, leptin adalah hormon yang dilepaskan oleh jaringan adiposa lemak tubuh. Tugasnya membantu tubuh untuk mempertahankan berat badan normal dalam jangka panjang dengan cara mengatur rasa lapar dengan memberikan sensasi terutama bekerja pada batang otak dan hipotalamus untuk mengatur rasa lapar dan keseimbangan energi. Leptin juga bertindak untuk mengubah asupan makanan dan mengontrol pengeluaran energi dalam jangka waktu yang lebih lama untuk membantu menjaga berat leptin mengalami resistansi, otak tidak bisa merespons leptin seperti biasanya. Karena terus-menerus dirangsang oleh leptin, perut tidak akan merasa kenyang. Ini menyebabkan kita ingin makan lebih banyak meskipun tubuh memiliki simpanan lemak yang leptin selanjutnya berkontribusi pada obesitas dan menyebabkan penambahan berat badan dalam bentuk penyimpanan lemak, karena merangsang rasa lapar dan menurunkan leptin mengakibatkan penurunan kemampuan leptin untuk menekan nafsu makan atau meningkatkan penggunaan energi tubuh. Oleh karena itu, gejala utama resistansi leptin adalah rasa lapar yang terus-menerus dan peningkatan asupan leptin, tubuh mengira tidak memiliki lemak tubuh yang kemudian akan menandakan rasa lapar dan akhirnya mengonsumsi makanan dalam jumlah leptin juga menyebabkan hiperinsulinemia produksi insulin berlebih dan dislipidemia ketidakseimbangan lipid, termasuk kolesterol dan trigliserida. Keduanya berkontribusi terhadap obesitas. Baca Juga Fakta Katekolamin, Hormon yang Dilepaskan saat Stres 3. Estrogenilustrasi hormon estrogen Healthline, estrogen adalah hormon seks yang bertanggung jawab untuk mengatur sistem reproduksi perempuan, sistem kekebalan tubuh, kerangka, dan pembuluh darah. Tingkat perubahan hormon ini berubah selama tahap kehidupan, seperti saat kehamilan, menyusui, menopause, serta sepanjang siklus hormon estrogen yang tidak normal, yaitu rendah, dapat memengaruhi berat badan dan lemak tubuh, sehingga meningkatkan risiko penyakit kronis. Individu dengan kadar estrogen rendah sering mengalami obesitas sentral, yaitu penumpukan lemak di sekitar batang tubuh. Hal ini dapat menyebabkan masalah kesehatan seperti gula darah tinggi, tekanan darah tinggi, dan penyakit estrogen yang rendah membuat tubuh merasa kurang mampu untuk berolahraga. Sebagian besar penyebab obesitas yaitu karena kurangnya aktivitas fisik. Baik kadar hormon seks estrogen yang tinggi maupun rendah dapat menyebabkan penambahan berat badan dan pada akhirnya meningkatkan risiko Tiroidilustrasi hormon tiroid laporan dari The Journal of Clinical Endocrinology and Metabolism tahun 2010, gangguan hormon tiroid dikaitkan dengan pengeluaran energi total, perubahan berat badan yang signifikan, serta merupakan faktor risiko hormon tiroid yaitu sebuah kondisi yang menyebabkan kelenjar tiroid tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Gangguan tersebut memicu kenaikan berat badan. Gejalanya termasuk sering merasa dingin dan mudah depresiGangguan ini bisa menyebabkan masalah dengan berat badan, karena bisa memicu kenaikan berat badan yang sangat kelenjar tiroid tidak cukup menghasilkan hormon tiroid bagi tubuh, ini akan membuat proses metabolisme tubuh menjadi rendah. Akibatnya, terjadi kenaikan berat badan yang bisa berujung pada kondisi ini lebih sering terjadi pada perempuan karena kinerja kelenjar hormon tiroid berkaitan erat dengan hormon estrogen yang resistansinya merupakan penyebab obesitas.5. Kortisolilustrasi hormon kortisol dari Bon Secours, kortisol dapat menjadi hormon yang penting dan bermanfaat jika jumlahnya tepat. Hormon tersebut mengurangi peradangan, membantu membakar lemak menjadi energi, menstabilkan kadar gula darah, mengurangi nafsu makan, bahkan membantu kita bangun dengan perasaan segar pada pagi apabila terjadi resistansi hormon kortisol, ini bisa menyebabkan penambahan berat badan. Karena kadar kortisol yang tinggi mengalir melalui aliran darah, hormon tersebut meningkatkan nafsu makan, menyebabkan resistansi insulin, dan memperlambat kondisi ketika kadar kortisol berlebihan, tubuh akan menyimpan banyak lemak. Hal ini bisa memicu peningkatan berat badan dan obesitas. Apabila dibiarkan, obesitas bisa menyebabkan penyakit kardiovaskular, seperti hipertensi, serangan jantung, dan strokeResistansi lima hormon yang disebutkan di atas bisa menyebabkan obesitas dengan caranya masing-masing. Pola makan dan pola hidup yang sehat membantu mencegah resistansi kelima hormon tersebut. Baca Juga 6 Fakta Hormon Testosteron, Hormon Seks Utama pada Laki-laki IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.
dapatberpengaruh terhadap pergerakan yang dilakukan. 5. Emosi Rasa aman dan gembira dapat mempengaruhi aktivitas fisik tubuh seseorang. Keresahan dan kesusahan dapat menghilangkan semangat yang kemudian sering dimanifestasikan dengan kurangnya melakukan aktivitas fisik.
ABSTRAK Latihan fisik menyebabkan terjadinya peningkatan terhadap frekuensi denyut nadi. Peningkatan ini disebabkan karena peningkatan kebutuhan darah yang mengangkut O2 ke jaringan tubuh yang aktif, mengangkut bahan buangan seperti CO2 dan produk samping metabolisme lainnya. Makin meningkat intensitas latihan, maka frekuensi denyut nadi latihan semakin meningkat, sebaliknya semakin menurun intensitas latihan maka frekuensi denyut nadi semakin menurun. Perubahan ini diatur oleh sistem saraf dan sistem hormonal. Hal ini merupakan efek akut dari latihan. Apabila latihan fisik dilakukan secara teratur dan berkesinambungan dalam jangka waktu lama, maka akan terjadi penurunan frekuensi denyut nadi istirahat. Ini merupakan efek kronis dari latihan. Artikel ini bertujuan untuk menguraikan tentang efek dari latihan fisik terhadap frekuensi denyut nadi. ABSTRACT Physical exercise leads to an increase on the pulse rate. This increase was due to increased need for blood that transports O2 to the tissues of the body active, transporting waste material such as CO2 and other metabolic byproducts. Increasing the intensity of exercise, the exercise pulse rate increases, on the contrary decreased intensity of exercise, the pulse rate decreases. These changes are regulated by the nervous system and the hormonal system. This is the acute effects of exercise. If the physical exercise done regularly and continuously in the long term, there will be a decrease in the resting pulse rate. It is a chronic effect of exercise. This article aims to describe the effects of physical exercise on the pulse rate. Key words physical exercise, pulse rate, acute effects of exercise, chronic effect of exercise PENDAHULUAN Latihan fisik atau aktivitas fisik berpengararuh langsung terhadap sistem kardiovaskular, baik efek akut maupun efek kronis. Efek akut dari latihan fisik adalah meningkatkan denyut nadi dan frekuensi pernapasan. Selanjutnya hasil penelitian terdahulu didapatkan, latihan secara aerobik yang dilangsungkan selama 2X30 menit dapat meningkatkan frekuensi denyut nadi, asam laktat darah, suhu tubuh, dan tekanan darah latihan 1. Efek kronis latihan adalah meningkatkan ukururan jantung terutama ventrikel kiri, meningkatkan persediaan darah, menurunkan frekuensi denyut nadi istirahat, menormalkan tekanan darah, dan memperbaiki pendistribusian darah 2. Hal yang serupa juga disampaikan bahwa latihan fisik secara teratur memiliki beberapa keuntungan terhadap sistem kardiovaskular, di antaranya; menormalkan tekanan darah, memperkuat otot jantung, menurunkan frekuensi denyut nadi istirahat, dan meningkatkan To read the full-text of this research, you can request a copy directly from the author.... Pengeluaran cairan tubuh berlebih ini bertujuan untuk meningkatkan pembuangan panas tubuh, karena panas tubuh bersamaan keluar melalui keringat. 6,7 Latihan fisik secara aerobik dalam waktu lama, akan menurunkan cairan tubuh. 8 Didapatkan terjadi peningkatan pengeluaran cairan tubuh secara bermakna saat latihan fisik pada kelembaban udara 40% dibandingkan dengan kelembaban 50% dan 60%. 9 Dengan menurunnya cairan tubuh saat latihan fisik, maka viskositas darah akan meningkat. ... I Nengah SupartaI Gede AriyasaWayan TeresnaNegeri SurabayaABSTRAK Latihan fisik dapat menyebabkan berbagai perubahan fungsi tubuh diantaranya adalah peningkatan terhadap suhu tubuh. Peningkatan suhu tubuh ini disebabkan karena sebagian besar energi saat aktivitas diubah menjadi panas. Panas yang dihasilkan itu harus segera dikeluarkan agar homeostasis tubuh berjalan dengan baik. Kecepatan pengeluaran panas tubuh tergantung dari faktor lingkungan, diantaranya adalah suhu dan kelembaban relatif udara. Semakin meningkat kelembaban udara, semakin meningkat pula suhu tubuh saat latihan dan sebaliknya semakin menurun kelembaban relatif udara maka suhu tubuh akan semakin menurun. Perubahan suhu tubuh ini tidak terus menurun, akan tetapi diatur oleh sistem saraf. Peningkatan panas tubuh berkelanjutan dapat disebabkan karena latihan fisik berkelanpanjangan dalam waktu yang lama yang dilakukan dalam ruangan dengan kelembaban yang tinggi. Peningkatan sehu tubuh ini dapat disebabkan karena menurunnya cairan tubuh akibat dari pengeluaran keringat berlebih. Untuk menanggulangi penurunan cairan tubuh maka perlu mengkonsumsi cairan yang sesuai dengan cairan yang keluar. Artikel ini ditulis dengan tujuan untuk menguraikan efek dari latihan fisik terhadap perubahan suhu tubuh. Kata kunci latihan fisik, kelembaban relative, suhu tubuh, pengeluaran keringat, cairan tubuh ABSTRACT Physical exercise can cause changes in body functions such as an increase in the body temperature. Increased body temperature is caused because most of the energy is converted to heat when activity. The resulting heat must be removed in order to homeostasis of the body running well. Free body heat expenditure depends on environmental factors, such as temperature and relative humidity. Increasing humidity, also increase the body temperature during exercise and conversely the relative humidity decreases the body temperature will decrease. Changes in body temperature does not continue to decline, but is regulated by the nervous system. Continuous increase in body heat can be caused by physical exercise sustained for a long time were conducted in a room with high humidity. Increased body temperature can be caused due to decreases in body fluids as a result of excessive sweating. To cope with a decrease in body fluids then need to consume liquids in accordance with the juices. This article was written with the purpose of outlining the effects of physical exercise on changes in body Kharisma Mochamad Zakky MubarokTujuan penelitian ini hendak mengkaji mengenai tingkat kondisi fisik pada atlet futsal putri AFKAB Indramayu tahun 2019. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif yang menggunakan metode survei dan teknik pengumpulan datanya menggunakan tes dan pengukuran, sehingga memberikan gambaran mengenai apa yang akan diteliti berupa angka-angka dan diukur secara pasti. Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah atlet futsal puteri AFKAB Indramayu yang berjumlah 20 orang. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes kondisi fisik yakni tes multistage fitness atau tes lari multi tahap mengacu pada tes pengukuran Ismaryati 2008 86. Berdasarkan data penelitian futsal puteri AFKAB Indramayu yang berjumlah 20 atlet dengan menggunakan Tes Multi Tahap dari Ismaryati 2008 87. Hasil analisis menunjukkan nilai rata-rata sebesar dan Standar Deviasi simpangan baku sebesar Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan bahwa tingkat kondisi fisik dengan menggunakan Tes Multi Tahap masuk kategori sangat baik sebanyak 0 atlet, 1 atlet masuk kategori baik, 6 atlet kategori sedang, 11 atlet masuk kategori kurang dan sisanya 2 atlet masuk kategori sangat kurang. Prosentase tersebut terdapat 10% kategori sangat kurang, 55% kurang, 30% sedang, 5% baik dan 0% sangat baik. Dapat disimpulkan bahwa tingkat Kondisi fisik futsal puteri AFKAB Indramayu dalam kategori KurangResearchGate has not been able to resolve any references for this publication.

komplikasipada berbagai organ tubuh jika tidak ditangani dengan tepat. Hal ini berkaitan dengan kadar gula darah yang tinggi dalam jangka waktu lama, sehingga berakibat rusaknya pembuluh darah, saraf, dan struktur internal lainnya (Clark dan Ferry, 1999). Sampai saat ini, belum ada obat yang dapat menyembuhkan diabetes secara sempurna.

Kebugaran Jasmani – Kebugaran adalah perpaduan aktivitas dan olahraga yang dilakukan di tempat olahraga, rumah ataupun tempat lainnya. Sedangkan jasmani adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan tubuh. Jadi, kebugaran jasmani adalah istilah umum yang digunakan untuk menyebut aktivitas atau bentuk kegiatan yang menyehatkan tubuh manusia. Semakin baik kebugaran jasmani seseorang, maka semakin kuat juga fisik atau daya tahan tubuh yang dimilikinya. Dalam artikel singkat padat ini kita akan membahas materi tentang kebugaran jasmani / kesegaran jasmani / kebugaran tubuh mulai dari pengertian sampai dengan unsur-unsur yang terdapat dalam kebugaran jasmani. Daftar Isi ArtikelPengertian Kebugaran JasmaniManfaat Kebugaran Jasmani1. Terhindar dari Beragam Penyakit2. Menurunkan Kandungan Lemak Jahat dalam Tubuh3. Menurunkan Resiko Kanker4. Meningkatkan Mood dan Daya EnergiUnsur-Unsur Kebugaran Jasmani 1. Kekuatan2. Daya Otot3. Daya Tahan4. Kecepatan5. KelincahanBentuk-Bentuk Latihan Kebugaran JasmaniARTIKEL LAINNYA Pengertian Kebugaran Jasmani Pengertian kebugaran jasmani adalah kemampuan fisik yang dimiliki oleh seseorang untuk melakukan aktivitas fisik tanpa harus mengalami kelelahan atau merasakan kecapekan yang berarti. Dalam bahasa Inggris istilah kebugaran jasmani disebut physical fitness. Seseorang yang memiliki kebugaran tubuh yang baik akan memiliki kemampuan menjalankan aktivitas sehari – hari dengan efektif karena memiliki cukup kebugaran sehingga mampu mendukung aktivitas inti dan juga aktivitas tambahan sehari – hari. Pengertian Kebugaran Jasmani Menurut Para Ahli Kebugaran Jasmani adalah kemampuan seseorang dalam menyelesaikan segala bentuk kegiatan fisik dalam sehari-hari yang membutuhkan 3 unsur inti. Ketiga unsur inti tersebut adalah daya tahan, fleksibilitas, dan kekuatan. Rusli Lutan Kebugaran jasmani adalah kemampuan fisik dari seseorang dalam melakukan adaptasi terhadap beberapa kegiatan sehari-hari tanpa merasakan rasa capek dan lelah. Muhajir Kebugaran jasmani adalah kemampuan dari manusia dalam melakukan kegiatan dalam kehidupan sehari-hari dan masih tetap memiliki tenaga cadangan untuk melakukan kegiatan tambahan Djoko Pekik Irianto. Berdasarkan definisi – definisi di atas; dapat disimpulkan bahwa pengertian kebugaran jasmani adalah kemampuan manusia untuk menjalani aktivitas sehari – hari tanpa mengalami kelelahan yang berarti. Manfaat Kebugaran Jasmani Kebugaran jasmani mempunyai beberapa manfaat. Berikut adalah manfaat-manfaat dari latihan kebugaran jasmani. Membentuk kekuatan dan daya tahan otot-otot tubh Meningkatkan fleksibilitas Membentuk keberanian, kepercayaan diri dan kesanggupan untuk bekerja sama. Merangsang pertumbuhan pada tubuh, terutama anak-anak. Mencegah obesitas atau kegemukan Mempunyai rasa tanggung jawab dalam memelihara kebugaran dan kesehatan tubuh. Mengurangi stres dan menambah kebahagiaan. Selain 7 poin diatas kebugaran jasmani juga bermanfaat agar diri kita 1. Terhindar dari Beragam Penyakit Ada beberapa jenis penyakit yang akan meningkat resikonya pada seseorang yang memiliki kebugaran jasmani yang buruk. Dengan kata lain seseorang yang memiliki kualitas kebugaran jasmani yang baik akan memiliki resiko lebih rendah mengalami penyakit tertentu. Penyakit yang paling beresiko dialami seseorang dengan kualitas kebugaran jasmani yang rendah adalah penyakit jantung dan hipertensi. 2. Menurunkan Kandungan Lemak Jahat dalam Tubuh Kandungan lemak jahat dalam tubuh seseorang umumnya meningkat karena konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh atau kolesterol tinggi. Seseorang dengan kandungan lemak jahat terlarut yang tinggi di dalam darah akan memiliki resiko besar mengalami beragam masalah kesehatan; Seseorang dengan kualitas kebugaran jasmani yang tinggi juga akan memiliki resiko terkena kanker yang lebih kecil. Setiap manusia memiliki resiko terkena kanker; tetapi resiko tersebut dapat ditekan dengan melakukan aktivitas dan latihan fisik untuk meningkatkan kualitas kebugaran jasmani. 4. Meningkatkan Mood dan Daya Energi Seseorang dengan kebugaran jasmani yang baik umumnya memiliki mood atau kondisi psikologis yang baik. Melakukan latihan fisik ringan untuk menjaga kebugaran jasmani bisa menjadi cara terbaik memiliki mood yang stabil. Selain itu; seseorang dengan kondisi fisik yang baik atau memiliki kualitas kebugaran jasmani tinggi umumnya juga memiliki kekuatan otot dan energi yang baik. Selain faktor latihan; kualitas kebugaran jasmani juga diperoleh melalui asupan nutrisi dan kecukupan waktu beristirahat. Unsur-Unsur Kebugaran Jasmani Kebugaran jasmani mempunayi beberapa unsur. antara sumber satu dan lainnya kadang berbeda. Kadang ada yang hanya menuliskan 5 unsur atau 10 unsur. Berikut ini adalah unsur-unsur kebugaran jasmani secara lengkap Kekuatan strength Daya tahan otot muscular power Daya tahan otot dan paru-paru Kelincahan agility Kelenturan flexibility Daya ledak power Koordinasi coordination Keseimbangan balance Ketepatan accuracy Reaksi reaction Komposisi dan Kecepatan reaksi Berikut ini adalah penjelasan 5 unsur diantaranya 1. Kekuatan Kekuatan atau strength merupakan salah satu unsur utama dari kebugaran jasmani. Kekuatan merupakan kualitas kebugaran jasmani yang dinilai melalui kemampuan fisik seseorang dalam hal penggunaan otot untuk melakukan aktivitas sehari – hari. Massa otot yang cukup dengan kekuatan yang baik bisa menjadi bagian penting untuk memiliki salah satu unsur utama kebugaran jasmani ini. Kekuatan otot dapat dilatih dengan beberapa latihan fisik seperti sit-up, push-up dan juga squat-jump. Latihan fisik berupa sit-up akan memberi manfaat berupa meningkatkan kekuatan otot pada bagian perut. Sedangkan latihan push-up akan melatih otot bagian lengan dan tubuh atas. Sementara squat-jump akan melatih otot bagian perut dan kaki atau anggota gerak tubuh bagian bawah. 2. Daya Otot Daya otot atau muscular power adalah unsur kebugaran jasmani yang berkaitan dengan kemampuan otot untuk mendukung aktivitas fisik sehari – hari. Daya otot dapat dilatih dengan beberapa latihan untuk melatih otot – otot utama tubuh manusia. Side-jump bermanfaat meningkatkan daya ledak otot pada bagian paha dan tungkai. Vertical-jump akan meningkatkan daya otot bagian tungkai. Sedangkan front-jump akan melatih dan meningkatkan daya ledak otot bagian betis dan juga tungkai. 3. Daya Tahan Daya tahan berkaitan langsung dengan stamina atau kemampuan melakukan aktivitas dalam jangka waktu yang lama. Daya tahan membutuhkan latihan yang kompleks karena berkaitan dengan meningkatkan kinerja paru – paru, jantung dan juga sistem peredaran darah serta kekuatan otot. Latihan untuk meningkatkan daya tahan dapat berupa jogging atau lari dengan durasi sekitar 30 menit setiap hari. 4. Kecepatan Kecepatan sebagai unsur kebugaran jasmani dapat dimaknai sebagai kemampuan melakukan suatu tugas dengan baik dan benar sehingga lebih cepat selesai. Salah satu latihan kecepatan yang sangat mudah untuk dilakukan adalah latihan lari untuk meningkatkan kecepatan. 5. Kelincahan Kelincahan merupakan unsur kebugaran jasmani yang berkaitan dengan kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan dan keadaan saat melakukan aktivitas sehari – hari. Ada beberapa latihan umum yang bisa dilakukan untuk melatih unsur kelincahan seseorang. Berlari naik turun tangga serta berlari dengan arah zig – zag merupakan dua latihan kelincahan yang paling umum dan mudah untuk dilakukan. Bentuk-Bentuk Latihan Kebugaran Jasmani Kebugaran jasmani seseorang dapat diuji dengan beberapa aktivitas latihan tertentu, diantaranya Push-up untuk melatih kekuatan otot lengan Sit-up untuk melatih kekuatan otot perut Back lift untuk melatih otot punggung Latihan kekuatan otot lengan dan bahu Aktivitas ini merupakan contoh kebugaran jasmani yang bisa digunakan untuk menguji daya tahan tubuh serta kekuatan otot. Contoh latihan kebugaran jasmani lain yang praktis dan bisa dilakukan untuk menguji kualitas kebugaran jasmani adalah push-up, lari bolak balik serta lompat jauh tanpa awalan. credits drs muhajir, moh gilang . 154 276 397 38 238 92 185 135

aktivitas tubuh dalam jangka waktu yang lama akan berpengaruh terhadap