Keywords coastal culture, Batu Belah Batu Bertangkup, and anthropological literature Abstrak Cerita "Batu Belah" terdapat di beberapa daerah di Indonesia, bahkan di Nusantara. Cerita "Batu Belah" yang diceritakan kembali oleh BM Syamsuddin dalam bukunyaBatu Belah Batu Bertangkup (1 983) (B BBB) berasal dari Provinsi Kepulauan Riau.

- Menurut Pudentia, legenda adalah cerita yang dipercaya oleh beberapa penduduk setempat benar-benar terjadi, tetapi tidak dianggap suci atau sakral yang juga membedakannya dengan mite. Dalam KBBI 2005, legenda adalah cerita rakyat pada zaman dahulu yang ada hubungannya dengan peristiwa sejarah. Menurut Emeis, legenda adalah cerita kuno yang setengah berdasarkan sejarah dan yang setengah lagi berdasarkan angan-angan. Menurut William R. Bascom, legenda adalah cerita yang mempunyai ciri-ciri yang mirip dengan mite, yaitu dianggap benar-benar terjadi, tetapi tidak dianggap suci. Menurut Hooykaas, legenda adalah dongeng tentang hal-hal yang berdasarkan sejarah yang mengandung sesuatu hal yang ajaib atau kejadian yang menandakan kesaktian Kisah Batu Belah Batu Bertangkup sudah sering saya dengar sejak saya masih kecil, dan cerita ini merupakan sebuah kisah lagenda yang terkenal buat masyarakat Melayu yang berarti batu yang bisa terbuka dan tertutup terbelah dan kemudian bersatu kembali. Batu Belah Batu Bertangkup mendapat nama sempena sebuah bongkah batu besar yang pada lagendanya mempunyai ruang mulut yang ternganga dan terbuka seperti sebuah gua atau batu terbelah dua, namun mengeluarkan suara yang kuat dan menyeramkan. Cerita rakyat ini tidak hanya ada dalam masyarakat Melayu Sambas tetapi juga mempunyai cerita / versi masing-masing berdasarkan keadaan disekitarnya, seperti di Riau, Bangka Barat, Aceh, bahkan Malaysia yang terletak di Kampung Batu Belah, Kapar, Klang. Berikut adalah cerita rakyat Melayu Sambas 'Batu Belah Batu Betangkup', saya tulis berdasarkan apa yang saya ketahui tanpa merubah alur cerita aslinya, AYO simak baik-baik dan Selamat Membaca. Konon, pada zaman dahulu ada sebuah desa yang berada di pesisir laut Natuna sekarang kawasan Tanjung Batu Kecamatan Pemangkat, masih banyak terdapat pepohonan nan rimbun dan berlatar belakang Gunung Gajah yang menambah keindahan panoramanya. Di cakrawala awan biru berarak perlahan-lahan, kicauan burung terdengar bercanda lincah di pepohonan, sang ombak pun menambah gemuruh suasana di kawasan Tanjung Batu yang kita kenal sekarang. Mata pencarian masyarakatnya pada masa itu dominan menangkap ikan di laut. Tampak seorang ibu setengah baya bernama 'Mak Masnah' sedang menggendong kayu api yang didapatnya dari hutan, pekerjaan Mak Masnah sehari-hari adalah mencari kayu api di hutan kemudian ia jual di pasar dan berladang untuk menghidupi keluarga kecilnya. Mak Minah menjadi tulang punggung keluarga sejak ditinggalkan oleh sang suami melaut yang tidak pernah kunjung pulang. Dari suaminya, ia dikaruniai 2 dua anak yang mempunyai paras cantik dan tampan bernama Yanti putri sulung berumur 12 tahun dan Zoel putra bungsu berumur 3 tahun. Demi 2 dua buah hati kesayangannya, Mak Masnah harus membanting tulang setiap harinya agar kedua anaknya tidak kelaparan. Meskipun sudah bekerja dengan sangat keras, terkadang Mak Masnah tidak mendapatkan kayu api sesuai keinginan, akan tetapi ia tidak mengeluh karena selalu mengingat anak-anaknya. Ia tidak berani untuk berkeluh kesah yang tiada gunanya karena tidak tahan melihat bayangan anak-anaknya yang kelaparan dibenaknya. Hingga pada suatu hari, Mak Masnah pulang dari hutan untuk mencari kayu api dan hasilnya tidak seperti yang ia bayangkan, dan kalau dijual tidak mencukupi untuk makannya pada hari itu. Mak Masnah pun pergi ke tepi laut yang banyak berhamparan bebatuan menjorok ke laut. Disana banyak ikan tembakul, dan Mak Masnah pun mencari kesana kemari mencari ikan tembakul yang biasa berjalan di pantai yang penuh lumpur dengan sirip dan ekornya. Ikan tembakul hidup di 2 dua alam seperti katak, bentuknya mirip ikan gabus mempunyai mata yang besar menjorok ke luar mirip mata iguana. Orang setempat menyebutnya ikan Tembakul untuk berukuran besar dan Ikan Nengok untuk yang berukuran kecil biasa hidup di air payau berlumpur. Dua jam Mak Masnah mencari ikan tembakul, badannya penuh lumpur dan merasa cukup untuk tangkapannya hari ini, ia pun langsung pulang kerumahnya karena ia sudah sangat lapar, dan tidak sabar mau memasak ikan dan telur tembakul untuk kedua anaknya. Sesampai di gubuk tuanya, Mak Masnah langsung membersihkan ikan tembakul untuk di ambil telurnya dan setelah itu siap untuk memasaknya. Akan tetapi, ia lupa kalau persediaan kunyit dan jahe sudah habis. Biasanya Mak Masnah untuk keperluan bumbu dapur hanya tinggal mengambil di kebun belakang gubuk tuanya. Sembari mau mengambil kunyit dan jahe, Mak Masnah pun merebus telur tembakul hanya dengan garam "Yanti, cepat kemari. Ibu mau ke belakang rumah sebentar mau mengambil kunyit dan jahe. Tolong, lihat masakan Ibu di dapur", kata Mak Masnah dengan suara lantang. "Iya, bu......", jawab Yanti sambil mengendong adiknya. "Adikmu tolong di jaga baik-baik, jangan biarkan bermain api dan tunggu sampai Ibu kembali ya nak. Rebusan telur tembakul masih belum diberi rempah. Ingat, jangan di makan dulu dan tunggu sampai Ibu kembali", kata Mak Masnah sambil mengambil tanggui caping. "Baik, bu...", jawab Yanti. *** Sejam kemudian, setelah si Ibu pergi, tiba-tiba adiknya menangis karena kelaparan. Yanti pun bingung harus berbuat apa, sedangkan si Ibu sudah berpesan agar tidak menggangu telur tembakulnya. Tapi sang adik semakin lama semakin kuat suaranya. Yanti pun dengan sangat terpaksa harus melanggar amanat orangtuanya karena sang adik yang terus menangis, semakin lama semakin keras. Karena perut Yanti juga ikutan berbunyi yang menandakan lapar, ia pun ikut memakan telur tembakul. Tanpa mereka sadari, telur tembakul hasil rebusan ibunya habis tanpa sisa. Waktu semakin sore, si Ibu pun masih belum kunjung pulang, matahari sudah mulai tenggelam. Tak lama kemudian, terdengar orang membuka pintu rumahnya dan tidak lain tidak bukan adalah Mak Masnah. Dengan keringat bercucuran dan tubuh yang tampak letih dan lesu, ia sangat terkejut melihat telur tembakul yang ia masak tadi sudah tidak bersisa. Betapa sedihnya Mak Masnah dengan kelakuan anaknya yang tidak bisa menjaga amanah orangtuanya. Namun apa hendak dikata, nasi sudah menjadi bubur, penyesalan selalu datang kemudian, walau Yanti berusaha meminta maaf tapi sakit hati ibunya masih belum hilang. Si ibu terus menangis karena ulah kedua anaknya, mau pergi ke pantai lagi pun hari sudah gelap dan ibu merasa kemponan telur tembakul. Dengan derai air mata Mak Masnah menyudahkan segalanya. Pada keesokan harinya Mak Masnah menyiapkan bubur seperiuk untuk anak-anaknya. Setelah itu ia pergi meninggalkan anaknya yang masih tertidur ke arah pantai dan mendekati sebuah batu keramat di kawasan Tanjung Batu sambil berbicara dan menangis. Batu tersebut juga bisa membuka lalu menutup kembali, layaknya seekor kerang. Orang-orang sering menyebutnya dengan batu betangkup. Disisi lain, tak selang beberapa menit sang anak terbangun dan langsung menyantap hidangan yang ditinggalkan ibunya. Tengah asyik makan, Yanti tersadar kalau ibunya akan meninggalkannya. Maka bergegaslah Yanti dan Zoel menyusul ibunya. “Wahai Batu Belah Batu Batangkup, telanlah saya hingga leher. Saya kemponan telur tembakul, Saya tak sanggup lagi hidup dengan kedua anak saya yang tidak patuh kepada orang tuanya,” kata Mak Masnah. Batu betangkup pun kemudian menelan tubuh Mak Masnah, hingga yang tertinggal dari tubuh Mak Minah sebagian rambutnya saja. Anak-anak Mak Masnah kebingungan mencari ibunya, hingga sampailah mereka di batu keramat dan mereka mereka menemukan ujung rambut Mak Masnah yang terurai ditelan batu belah batu betangkup. Kedua anaknya spontan menangis histeris melihat kenyataan kalau orangtuanya sudah meninggalkannya selama-lamanya. "Ibu.... ibu.... maafkan kami, pulang bu pulang, kasihan Izoel kelaparan susu kalau Ibu tidak pulang", ratapan Yanti sambil membelai rambut ibunya. “Wahai Batu Belah Batu Batangkup, kami membutuhkan ibu kami. Tolong keluarkan ibu kami dari perutmu,” ratap Yanti kembali. “Tidak!!! Kalian sudah membuat hati ibu kalian sakit dan patah. Kalian tidak menyayangi dan menghormati ibumu,” jawab Batu Belah Batu Batangkup. Mereka terus meratap dan menangis. Cerita Rakyat Melayu Sambas Batu Belah Batu Betangkup ini berasal dari Kecamatan Pemangkat yang memberikan pesan moral kepada anak-anak khususnya, dan semua orang pada umumnya agar bisa selalu patuh akan perintah orang tua, pentingnya sebuah janji dan berani bertanggung jawab atas apa yang dilakukan. Cerita ini memiliki nilai pesan moral yang cukup baik untuk anak-anak dan semua orang.

Akudapat cerita ni dari moyang dan nenek aku sendiri yang pernah melihat BATU tersebut. Tapi Mungkin ada beberapa versi cerita, aku pun tak pasti. Ada yang kata BATU BELAH ini wujud sekitar 200-300 tahun lalu dan hanya kisah dongeng bagi menakutkan kanak2 yang suka merayau. Wallahualam.
Kononnya, pada waktu dahulu ada sebuah gua ajaib. Gua ini digelar batu belah batu bertangkup dan amat ditakuti oleh ramai penduduk kampung. Pintu gua ini boleh terbuka dan tertutup bila diseru dan sesiapa yang termasuk ke dalam gua itu tidak dapat keluar masa dahulu di sebuah kampung yang berdekatan dengan gua ajaib ini, tinggal Mak Tanjung bersama dua orang anaknya, Melur dan Pekan. Mak Tanjung asyik bersedih kerana baru kehilangan suami dan terpaksa menjaga kedua-dua anaknya dalam keadaan yang miskin dan suatu hari, Mak Tanjung teringin makan telur ikan tembakul. Dia pun pergi ke sungai untuk menangkapnya. Bukan main suka hatinya apabila dapat seekor ikan tembakul."Wah, besarnya ikan yang mak dapat !" teriak Pekan kegembiraan." Ya, ini ikan tembakul namanya. Mak rasa ikan ini ada telurnya. Sudah lama mak teringin untuk memakan telur ikan tembakul ini," kata Mak Tanjung terus menyiang ikan tembakul itu. Dia pun memberikan kepada Melur untuk dimasak gulai." Masaklah gulai ikan dan goreng telur ikan tembakul ini. Mak hendak ke hutan mencari kayu. Jika mak lambat pulang, Melur makanlah dahulu bersama Pekan. Tapi, jangan lupa untuk tinggalkan telur ikan tembakul untuk mak," pesan Mak Tanjung kepada selesai memasak gulai ikan tembakul, Melur menggoreng telur ikan tembakul pula. Dia terus menyimpan sedikit telur ikan itu di dalam bakul untuk ibunya. Melur dan Pekan tunggu hingga tengah hari tetapi ibu mereka tidak pulang juga. Pekan mula menangis kerana lapar. Melur terus menyajikan nasi, telur ikan dan gulai ikan tembakul untuk dimakan bersama Pekan." Hmmm..sedap betul telur ikan ini," kata Pekan sambil menikmati telur ikan goreng." Eh Pekan, janganlah asyik makan telur ikan sahaja. Makanlah nasi dan gulai juga," pesan Melur kepada Pekan." Kakak, telur ikan sudah habis. Berilah Pekan lagi. Belum puas rasanya makan telur ikan tembakul ini ," minta Pekan." Eh, telur ikan ini memang tidak banyak. Nah, ambil bahagian kakak ini," jawab terus memakan telur ikan kepunyaan kakaknya itu tanpa berfikir lagi. Enak betul rasa telur ikan tembakul itu! Setelah habis telur ikan dimakannya, Pekan meminta lagi." Kak, Pekan hendak lagi telur ikan," minta Pekan kepada Melur." Eh , mana ada lagi ! Pekan makan sahaja nasi dan gulai ikan. Lagipun, telur ikan yang tinggal itu untuk mak. Mak sudah pesan dengan kakak supaya menyimpankan sedikit telur ikan untuknya ," kata Pekan tetap mendesak dan terus menangis. Puas Melur memujuknya tetapi Pekan tetap berdegil. Tiba-tiba, Pekan berlari dan mencapai telur ikan yang disimpan oleh Melur untuk ibunya." Hah, rupa-rupanya ada lagi telur ikan! " teriak Pekan dengan gembiranya." Pekan! Jangan makan telur itu! Kakak simpankan untuk mak," teriak Pekan tidak mempedulikan teriakan kakaknya, Melur dan terus memakan telur ikan itu sehingga habis. Tidak lama kemudian, Mak Tanjung pun pulang. Melur terus menyajikan makanan untuk ibunya." Mana telur ikan tembakul, Melur? " tanya Mak Tanjung." Err... Melur ada simpankan untuk mak, tetapi Pekan telah menghabiskannya. Melur cuba melarangnya tetapi...."" Jadi, tiada sedikit pun lagi untuk mak? " tanya Mak tidak menjawab kerana berasa serba salah. Dia sedih melihat ibunya yang begitu hampa kerana tidak dapat makan telur ikan tembakul." Mak sebenarnya tersangat ingin memakan telur ikan tembakul itu. Tetapi...." sebak rasanya hati Mak Tanjung kerana terlau sedih dengan perbuatan anaknya, Pekan Tanjung memandang Melur dan Pekan dengan penuh kesedihan lalu berjalan menuju ke hutan. Hatinya bertambah pilu apabila mengenangkan arwah suaminya dan merasakan dirinya tidak dikasihi lagi. Mak Tanjung pasti anak-anaknya tidak menyanyanginya lagi kerana sanggup melukakan hatinya sebegitu dan Pekan terus mengejar ibu mereka dari belakang. Mereka berteriak sambil menangis memujuk ibu mereka supaya pulang." Mak, jangan tinggalkkan Pekan! Pekan minta maaf ! Mak...." jerit Pekan sekuat turut menangis dan berteriak, " Mak, Kasihanilah kami! Mak!"Melur dan Pekan bimbang kalau-kalau ibu mereka merajuk dan akan pergi ke gua batu belah batu bertangkup. Mereka terus berlari untuk mendapatkan Mak Melur dan Pekan sudah terlambat. Mak Tanjung tidak mempedulikan rayuan Melur dan Pekan lalu terus menyeru gua batu belah batu bertangkup agar membuka pintu. Sebaik sahaja Mak Tanjung melangkah masuk, pintu gua ajaib itu pun dan Pekan menangis sekuat hati mereka di hadapan gua batu belah batu bertangkup. Namun ibu mereka tidak kelihatan juga. Kisahbatu belah batu bertangkup merupakan sebuah kisah lagenda yang terkenal buat masyarakat Melayu,khususnya di negara Malaysia. Batu belah batu bertangkup mendapat nama sempena sebuah bongkah batu besar yang pada lagendanya mempunyai ruang mulut yang ternganga dan terbuka seperti sebuah gua atau batu terbelah dua,namun mengeluarkan suara yang kuat dan menyeramkan,dikatakan batu yang
Batu Belah, Batu Bertangkup The Devouring Rock January 20 - February 26, 2022 168 Suffolk Street, New York, NY 10002 Description Trotter&Sholer is excited to open our 2022 program with Azzah Sultan’s second solo exhibition. Batu Belah, Batu Bertangkup The Devouring Rock, explores and re-interprets the Malaysian folktale by the same name. Sultan’s work navigates ideas of domesticity and prescribed roles of mother and daughter within families and marriage. She is interested in craft and women in the context of de-colonisation and contemporary art. Batu Belah, Batu Bertangkup tells the story of a widowed mother who lives with her daughter and son. One morning the mother catches a Tembakul mudskipper fish full of delicious roe. She asks her daughter to cook the fish and save some roe for her. Her young son, however, is unable to resist temptation and eats his mother’s portion. When she returns to find that her son has eaten her fish and roe, and that her daughter has failed to stop him, she is distraught. Her daughter pleads for forgiveness, but her children’s perceived selfishness causes her to flee to a nearby hill where she throws herself against the side of a rock that consumes her leaving her two children without parents. The story offers a warning to children to keep their promises and be sensitive to the hardships of their parents. Sultan’s reframing of this story in six intricate patterned oil paintings with hand stitched fabric elements reimagines the events from the perspective of the daughter. Fairy and folk tales often present mothers and daughters as reflections of each other or as rivals. These tropes serve to cement women into their social places. For Sultan, this story has been about the responsibilities placed on girls and young women, and she strives to take a more critical approach to the narrative. She notes, “often in fairy tales and myths the mother daughter relationship is troubled, the mother figure is either the villain or the comfort. In Batu Belah, this is more complex, the mother is experiencing her own trauma, which is reflected through her actions and she unknowingly shifts responsibility to her daughter.” Sultan’s decision to obscure the character’s faces with hand painted batik patterns give them a sense of universality. Sultan expresses the emotions of each woman through their hands and uses their hair as a representation of their emotional state and identity. In the final painting, Not my burden to bear., we see a release and freedom and for the first time see her from the front, providing a powerful view of the full batik flower pattern Sultan placed at the center of the face. Incorporating these patterns was important to Sultan, who has an ongoing interest in craft, textiles, and traditional artistic medium. For Sultan, using loaded patterns as way to push back against the relegation of cultural, religious art or traditionally feminine crafts being to “low” art and to pull them out of the margins to the center of the contemporary art world. Trotter&Sholer is pleased to present Batu Belah, Batu Bertangkup The Devouring Rock, on view at 168 Suffolk Street, through February 26, 2022.
LegendaBatu Belah Batu Betangkup. Mengisahkan sebuah keluarga petani yang hidup serba kekurangan di Tanah Gayo, Aceh. Kesedihan dan penderitaan yang dialami kepala keluarga beserta sang istri bertambah. karena anak pertama mereka sangat tidak mengerti akan kondisi dan situasi yang dialami. keluarga. Description Batu Belah Batu Bertangkup cerita rakyat 073 Keywords batu,belah,bertangkup Read the Text Version No Text Content! Pages 1 - 34 COverkazanah 3/13/12 225 AM Page 2 Antara khazanah rakyat Malaysia ialah cerita-cerita rakyat dan khazanah ini seharusnya dipelihara supaya kekal sepanjang zaman. Oleh itu, buku-buku cerita seperti ini sering diterbitkan dalam pelbagai bentuk. Judul-judul yang terdapat dalam siri ini Awang Janggut Puteri Lelasari dengan Ular Tedung Tanggang Derhaka Puteri Labu Bawang Putih Bawang Merah Batu Belah Batu Bertangkup Mahsuri Puteri Buta Z. Leman Batu Belah1 3/13/12 1204 AM Page 1 Z. Leman Ilustrasi oleh Zaidi Yaman Batu Belah1 3/13/12 1204 AM Page 2 Penerbitan Hartamas 23 Jalan 3/57 B, Off Jalan Segambut Bawah, Segambut, 52100 Kuala Lumpur. © Penerbitan Hartamas Purpustakaan Negara Malaysia Data Pengkatalogan-dalam-Penerbitan Z. Leman Batu belah batu bertangkup / pengarang Z. Leman. Siri khazanah cerita rakyat ISBN 983-634-250-6 set ISBN 983-034-246-8 1. Folk literature, Malay. I. Judul. II. Siri. Hak cipta terpelihara. Tiada bahagian buku ini boleh diterbitkan semula, disimpan untuk pengeluaran, ditukarkan ke dalam apa bentuk sekalipun, sama ada secara elektronik, mekanikal, penggambaran semula, perakaman ataupun sebaliknya, tanpa izin terlebih dahulu daripada Penerbitan Hartamas. Dicetak di Malaysia oleh Grand Art Printing & Packaging Sdn. Bhd. 31, Jalan Jasa Merdeka 1A, Taman Datuk Thamby Chik Karim, Batu Berendam, 75350 Melaka. Batu Belah1 3/13/12 1204 AM Page 3 PRAKATA Antara khazanah rakyat Malaysia ialah cerita-cerita rakyat dan khazanah ini seharusnya dipelihara supaya kekal sepanjang zaman. Oleh itu, buku-buku cerita seperti ini sering diterbitkan dalam pelbagai bentuk. Kami tidak ketinggalan dalam usaha ini supaya khazanah ini terus terpelihara sepanjang masa. Generasi demi generasi dapat menghayati cerita-cerita ini yang penuh dengan nilai-nilai murni. Semoga usaha ini dapat menambahkan bahan bacaan untuk kepentingan pendidikan negara. Penerbit Batu Belah1 3/13/12 1204 AM Page 4 Pada zaman dahulu, ada sebuah negeri bernama Cendana Puri. Negeri itu sebuah negeri yang mundur lagi. Keadaan kampung-kampungnya penuh hutan rimba. Raja yang memerintah bernama Alam Syah. Baginda disegani oleh sekalian rakyatnya. Kehidupan rakyatnya hanya bekerja sebagai petani dan nelayan. Kebanyakan mereka hidup miskin tetapi bahagia. Antara rakyat negeri itu ada seorang perempuan bernama Mak Desa. Suaminya telah meninggal dunia. Mak Desa tinggal dengan dua orang anaknya, seorang perempuan dan seorang lagi lelaki. Anak perempuan Mak Desa bernama Bunga Melor. Usianya dua belas tahun, manakala anak lelakinya pula bernama Bunga Pekan, berusia enam tahun. 1 Batu Belah1 3/13/12 1204 AM Page 5 Batu Belah1 3/13/12 1204 AM Page 6 Batu Belah1 3/13/12 1204 AM Page 7 Mak Desa dan keluarga tinggal di kampung yang terpencil. Di sekitar kampung penuh dengan hutan rimba. Kira-kira seribu langkah dari rumah mereka, ke arah barat terdapat sebuah batu besar. Kononnya, batu itu berpuaka dan boleh menyedut manusia. Semua orang takut hendak pergi ke situ. Selama ini tiada seorang pun berani mendekati batu itu. Batu berpuaka ini diberi nama Batu Belah Batu Bertangkup. Keluarga Mak Desa sangat miskin. Rumah mereka buruk. Setiap hari, mereka bercucuk tanam untuk hidup. Kadang- kadang Mak Desa menangguk ikan di paya untuk dibuat lauk. Melur dan Pekan sedar akan kemiskinan hidup mereka itu. Oleh itu, mereka selalu menolong ibunya membuat bermacam-macam pekerjaan. Rumah jiran-jiran mereka agak jauh juga dari situ. 4 Batu Belah1 3/13/12 1204 AM Page 8 Pada suatu hari, Mak Desa hendak pergi menangguk ikan. Dia pun bersiap- siap. “Melur, Pekan, tinggallah di rumah baik-baik. Mak hendak pergi menangguk ikan,” kata Mak Desa kepada anak- anaknya itu. Kedua-dua adik-beradik itu gembira mendengar kata-kata ibu. Mereka berharap ibu mereka akan membawa pulang ikan-ikan yang besar. Sebentar kemudian, Mak Desa menuju ke sebuah kawasan paya. Di situ memang terdapat banyak ikan. Mak Desa sudah biasa menangguk ikan di paya itu. Mak Desa menangguk ikan ber- sendirian. Dia bekerja bersungguh-sungguh. Nasibnya kali ini agak baik kerana mendapat beberapa ekor ikan. Hatinya berasa sangat gembira. 5 Batu Belah1 3/13/12 1204 AM Page 9 Batu Belah1 3/13/12 1204 AM Page 10 Batu Belah1 3/13/12 1204 AM Page 11 Namun Mak Desa terus nenangguk lagi. Dia mahu menangkap ikan seberapa banyak yang boleh. Tiba-tiba, dia melihat ada seekor ikan tembakul di dalam tangguknya itu. “Oh, bertuahnya aku! Ikan ini sedang bertelur nampaknya,” kata Mak Desa. Dia membelek-belek ikan tersebut. Kemudian dia membuat keputusan untuk pulang. “Ikan apa itu mak?” tanya Pekan ketika ibunya sedang mempersiang ikan yang bertelur itu. Pekan suka melihat telur-telur ikan tersebut. “Inilah ikan tembakul namanya,” beritahu Mak Desa dengan senang hati. “Tentu telur-telur ikan itu sedap rasanya jika digoreng,” kata Melur pula. “Ya, mak akan goreng ikan ini,” kata Mak Desa. 8 Batu Belah1 3/13/12 1204 AM Page 12 Selesai sudah Mak Desa menggoreng telur-telur ikan tembakul itu. Diasingkan sebahagian untuk dimakan oleh anak- anaknya itu. Ada beberapa ketul lagi disimpannya di atas para untuknya. “Sedapnya telur ikan ini,” Pekan makan dengan gelojohnya. Sekejap sahaja telur-telur ikan goreng itu habis dimakan bersama-sama kakaknya. Ada pun Mak Desa masih terasa penat. Oleh itu dia tidak berselera untuk makan. Dia pun pergi berehat. Ketika dia berehat, rupa-rupanya dia terus terlelap. “Ah, mak aku sudah tidur! Aku hendak tengok telur goreng simpannya, itu,” kata Pekan. Rupa-rupanya, dia belum puas makan telur-telur ikan tembakul itu. 9 Batu Belah1 3/13/12 1204 AM Page 13 Batu Belah1 3/13/12 1204 AM Page 14 Batu Belah1 3/13/12 1204 AM Page 15 Akhirnya, telur ikan tembakul di atas para ditemui. Tanpa diketahui oleh sesiapa, Pekan makan telur itu sehingga habis. Setelah kenyang, dia berpura-pura tidur. Mak Desa mula berasa lapar. Dia teringat akan telur goreng yang disimpan- nya itu. Dia pun pergi ke dapur untuk mengambil telur itu tetapi telur itu tidak ada lagi. “Siapa yang makan telur-telur goreng ini?” tanya Mak Desa kepada anak- anaknya. Tiada seorang pun mengaku. Melur dan Pekan tuduhmenuduh di antara satu sama lain. Hati Mak Desa berasa sangat sedih. “Kamu berdua ni memang tidak sayang kepada mak, kempunan Mak tidak dapat makan telur ikan tembakul,” kata Mak Desa berasa kesal dengan sikap anak-anaknya itu. 12 Batu Belah1 3/13/12 1204 AM Page 16 Air mata si ibu berlinangan. Tiba-tiba sahaja dia menjadi benci melihat anak- anaknya sendiri. “Oh, aku adalah ibu yang malang. Anak-anak tidak sayang kepada aku lagi!” kata Mak Desa dengan suara yang pilu. Kemudian Mak Desa meninggalkan rumah. Dia mahu membawa dirinya yang malang itu. Si ibu berjalan meredah hutan rimba. Air matanya terus berlinang. Dia tidak tahu ke mana arah tujuannya. “Mak! Mak! Jangan tinggalkan kami!” teriak Melur dan Pekan bertangisan. Mereka mengejar ibu mereka. Namun begitu, Mak Desa tidak menghiraukan mereka lagi. Bagi Mak Desa, perbuatan anak-anaknya amat melukakan hatinya. 13 Batu Belah1 3/13/12 1204 AM Page 17 Batu Belah1 3/13/12 1204 AM Page 18 Batu Belah1 3/13/12 1204 AM Page 19 Dari jauh si ibu terdengar ada suara memanggil-manggil namanya. Dia pun berlari mendapatkan suara itu. “Mari ke sini! Mari ke sini, Mak Desa!” kedengaran suara itu memanggil-manggil. Sebenarnya, itu adalah suara Batu Belah Batu Bertangkup. Kemudian Mak Desa berkata, “Batu Belah Batu Bertangkup, telanlah aku hidup-hidup, aku kempunan telur ikan tembakul!” Mendengar rintihan itu, batu berpuaka itu pun bergegar serta berbunyi garang. Ia mahu menyedut Mak Desa. Mak Desa terus berkata lagi, “Batu Belah Batu Bertangkup, telanlah aku hidup- hidup, aku kempunan telur ikan tembakul!” Melur dan Pekan terus mengejar ibu mereka. “Mak! Mak! Jangan tinggalkan kami!” kata mereka merayu-rayu. 16 Batu Belah1 3/13/12 1204 AM Page 20 Sebentar kemudian si ibu berada di hadapan batu berpuaka tersebut. Ketika itu, mulut batu itu terbuka luas. Mak Desa benar-benar sudah berputus asa. Kesudahannya Mak Desa masuk juga ke dalam mulut Batu Belah Batu Bertangkup. Batu berpuaka itu pun tertutup semula. Melur dan Pekan tidak dapat berbuat apa-apa. Mereka hanya menangis. “Adik ku Pekan, mak telah menjadi korban batu berpuaka ini,” kata Melur. “Kak, ibu kita tidak ada lagi, kemanakah kita harus pergi?” tanya Pekan pula. “Kita tunggu mak di sini dik,” jawab Melur. Kedua-dua mereka terus teresak- esak. Mereka duduk menunggu di situ hingga menjelang malam. 17 Batu Belah1 3/13/12 1204 AM Page 21 Batu Belah1 3/13/12 1204 AM Page 22 Batu Belah1 3/13/12 1204 AM Page 23 Pada malam itu, ketika sedang tidur, Melur bermimpikan ibunya yang memberitahu sesuatu. “Anak-anakku, tinggalkan tempat ini dan mulakan hidup baru. Kamu berdua akan mendapat sesuatu yang baik nanti,” pesan si ibu itu. Kemudian ibu mereka berpesan lagi, “Jika kamu dalam kesusahan, datanglah ke sini. Mak boleh tolong kamu berdua.” Pada keesokan harinya, Melur cuba menyempurnakan pesanan itu. Dia mengajak adiknya pergi merantau. “Manalah tahu hidup kita berdua lebih baik, dik,” kata Melur penuh harapan. Pekan bersetuju. Akhirnya, mereka berdua pun meninggalkan batu berpuaka itu. Mereka berjalan menghala ke arah barat. 20 Batu Belah1 3/13/12 1204 AM Page 24 Sudah terlalu jauh mereka berdua berjalan. Mereka berasa sedih. Apabila sampai di suatu tempat, tiba-tiba mereka bertemu dengan seorang wanita tua. Dia adalah nenek kebayan yang baik hati. “Wahai cucu-cucu berdua! Ke manakah kamu hendak pergi?” tanya nenek kebayan kepada Melur dan Pekan. Wanitu tua itu menggembirakan kedua adik-beradik itu. Melur menceritakan kejadian yang berlaku ke atas mereka berdua. Nenek kebayan berasa simpati dan ingin menolong mereka. “Jika begitu, tinggallah bersama- sama nenek. Nenek pun tinggal seorang diri,” kata nenek kebayan memujuk. 21 Batu Belah1 3/13/12 1204 AM Page 25 Batu Belah1 3/13/12 1204 AM Page 26 Batu Belah1 3/13/12 1204 AM Page 27 Pelawaan itu diterima dengan senang hati. Sejak itu, tinggallah Melur dan Pekan di pondok nenek kebayan. Pekerjaan nenek kebayan adalah menjual bunga-bungaan. Melur dan Pekan turut menolongnya. “Kadang-kadang nenek menjual bunga sampai ke istana raja,” beritahu nenek kebayan tentang pekerjaanya. Tahun demi tahun berganti. Akhirnya, Melur menjadi gadis remaja, manakala Pekan pula menjadi seorang pemuda yang kacak. Nenek kebayan gembira kerana mereka berdua telah dewasa. Hidup nenek kebayan juga ber- tambah senang. Melur dan Pekan banyak menolongnya dalam setiap pekerjaannya. 24 Batu Belah1 3/13/12 1204 AM Page 28 Pada suatu hari, heboh berita tentang puteri Raja tidak sedarkan diri. Ramai bomoh dan dukun cuba menyembuh- kannya, namun tidak berjaya. Raja Alam Syah serta permaisuri benar-benar berasa bimbang. “Jika ada sesiapa dapat menyembuh- kan puteri beta ini, segala permintaannya akan beta tunaikan,” kata Raja Alam Syah membuat janji. Ramai orang cuba menyembuhkan puteri tetapi gagal. Kemudian Pekan tampil. Melur menyuruhnya membawa tuan Puteri ke Batu Belah Batu Bertangkup. “Di sana nanti mungkin tuan Puteri dapat disembuhkan,” kata Pekan kepada baginda Raja. Raja Alam Syah bersetuju. Mereka membawa tuan Puteri ke tempat yang disebutkan. 25 Batu Belah1 3/13/12 1204 AM Page 29 Batu Belah1 3/13/12 1204 AM Page 30 Batu Belah1 3/13/12 1204 AM Page 31 Di hadapan Batu Belah Batu Bertangkup, Pekan dan Melur pun berseru. “Mak! Anakmu datang mengharapkan pertolongan. Puteri Raja tidak sedarkan diri.” Serta-merta batu itu terbuka luas. Kedengaran suara Mak Desa menyuruh Pekan membawa tuan Puteri masuk ke dalam. Orang yang berada di situ menjadi cemas. Apabila tuan Puteri dibawa keluar tuan Puteri telah sembuh. Raja Alam Syah sangat gembira. Begitu juga permaisuri. Mereka terhutang budi kepada Pekan dan juga Melur yang berjasa itu. “Pemuda ini memang padan jika dijodohkan dengan puteri kita itu,” kata baginda Raja. Permaisurinya bersetuju. Akhirnya Pekan berkahwin dengan puteri Raja yang jelita. Mereka hidup bahagia. Melur dan nenek kebayan dibawa tinggal di Istana yang indah itu. 28 Batu Belah1 3/13/12 1204 AM Page 32 Jawab soalan-soalan di bawah ini 1. Bagimanakah kehidupan rakyat di negeri Cendana Puri dan apakah pekerjaan mereka? 2. Siapakah penduduk miskin di negeri Cendana Puri? 3. Tidak jauh dari rumah tiga beranak itu terdapat batu besar berpuaka. Apakah nama batu berpuaka itu? 4. Apakah yang menyebabkan Mak Desa ditelan batu berpuaka itu? 5. Pada malam itu, Melur bermimpi. Siapakah yang muncul dalam mimpinya? 6. Siapakah yang ditemui oleh Melur dan Pekan dalam perjalanan menuju ke batu puaka itu? 7. Apakah pekerjaan nenek tempat Melur dan Pekan menumpang tinggal? 8. Apakah yang telah berlaku kepada Puteri Raja? 9. Dalam keadaan yang genting itu, siapakah yang tampil menghadap Raja? 10. Ke manakah Tuan Puteri itu dibawa untuk mengubati penyakitnya? 29 Batu Belah Batu Bertangkup cerita rakyat 073 The book owner has disabled this books. Explore Others
Batangkup, atau cerita "Batu Belah Batu Bertangkup ". Sementara di Takengon (Gayo), cerita ini disebut "Atu Belah", di Ambon cerita ini dikenal dengan nama "Batu Badaung." Hal tersebut dapat terjadi karena penyebutan cerita tersebut sesuai dengan bahasa daerah setempat (Dananjaja, 1986:64—65).
Cerita Rakyat Indonesia yang paling popular dikalangan masyarakat Indonesia pernah kami tulis dalam posting Cerita Rakyat Indonesia Paling Populer Dari Pulau Jawa. Kali ini kami memposting salah satu dari contoh cerita rakyat nusantara yang paling menarik. Cerita rakyat pendek ini mengisahkan seorang Ibu yang hidup dengan kedua anaknya. Yuk kita ikuti kisahnya bersama-sama. Pada zaman dahulu, di sebuah desa. Tinggallah seorang Janda yang bernama Mbok Minah. Ia tinggal dengan kedua anaknya. Anak yang pertama seorang Laki-laki dan anak Mbok Minah yang ke dua seorang perempuan. Contoh Cerita Rakyat Indonesia Legenda Batu Batangkup Mbok Minah selalu bekerja keras untuk menghidupi kedua anaknya. Ia selalu pergi ke hutan untuk mencari kayu bakar dan di jual ke pasar. Hasil dari penjualannya tersebut di gunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kedua anaknya sangat nakal dan pemalas. Kerjaannya hanya main-main saja. Mereka tidak pernah membantu Mbok Minah. Mereka selalu membantah perkataan emaknya dan membuat Mbok Minah sedih dan menangis. Mbok Minah sudah tua dan sakit-sakitan. Namun, kedua anaknya selalu bermain tanpa mengenal waktu dan kadang sampai larut malam. Mak Minah sering menangis dan meratapi dirinya. “Yaaa Tuhan, hamba. Sadarkanlah anak hamba yang tidak pernah ingin menghormati ibunya,” Mbok Minah berdoa di antara tangisnya. Pada suatu hari. Mbok Minah memanggil kedua anaknya. Namun, Kedua anaknya tidak menghiraukan panggilan ibunya tersebut malah asik bermain. Mbok Minah pun terus memanggil kedua anaknya. Dan tetap sama, mereka sama sekali tidak menghiraukan panggilannya. Akhirnya, mbok Minah pergi ke dapur untuk membuatkan makanan, meskipun badannya terasa sangat lemas. Tidak lama kemudian, makanan sudah siap. Mbok Minah segera memanggil kedua anaknya. ’ Anak-anakku ayo pulang. Makanan sudah siap.’’ Ujar Mbok Minah. Mendengar makanan sudah siap, mereka langsung berlari menuju dapur. Mereka makan dengan sangat lahap dan menghabiskan semua makanan tanpa menyisakan sedikitpun untuk emaknya. Mbok Minah menahan rasa laparnya. Kedua anaknya kembali bermain dan sama sekali tidak membantu Mbok Minah mencuci piring. Ketika malam semakin larut. Sakitnya Mbok Minah semakin parah. Namun, anaknya sama sekali tidak mempedulikannya sampai Mbok Minah tertidur sangat lelap. Suatu hari. Mbok Minah menyiapkan makanan yang sangat banyak untuk kedua anaknya. Setelah itu, Mbok Minah langsung pergi ke tepi sungai mendekati sebuah batu. batu tersebut dapat berbicara. Batu tersebut juga bisa membuka lalu menutup kembali seperti karang. Orang-orang di desa tersebut menyebutnya Batu Batangkup Mbok Minah mendatangi Batu Batangkup dengan perasaan sangat sedih. ’ Wahai Batu yang dapat bicara. Saya sudah tidak sanggup hidup dengan kedua anak yang sudah durhaka kepada orang tuanya. Kedua anak yang tidak pernah mempedulikan keberadaanku dan tidak pernah menghormati orang tuanya. Aku mohon. Tolong telanlah aku sekarang juga.’’ Kata Mbok Minah menangis. ’ Apakah engkau tidak menyesal dengan permintaan mu ini Mbok Minah? Bagaimana nasib kedua anakmu nanti?’’ jawab Batu Batangkup. ’ Aku tidak akan pernah menyesal. Mereka bisa hidup sendiri. Mereka juga tidak pernah menganggapku dan peduli pada emaknya.’’ Kata Mbok Minah. ’ Baiklah Mbok Minah. Jika itu mau mu. Akan aku kabulkan.’’ Dalam sekejap, Batu Batangkup langsung menelan Mbok Minah, dan meninggalkan rambut panjangnya. Kedua anaknya pun merasa heran. Karena tidak bertemu dengan emaknya dari pagi. Namun, mereka tetap tidak mempedulikan emaknya. Karena makanan yang lumayan banyak. Mereka hanya makan dan kembali bermain. Namun, setelah dua hari makanan pun habis. Mereka mulai kebingungan dan mulai merasa lapar. Sudah dua hari berlalu. Namun, emaknya belum juga kembali Keesokkan harinya, mereka mencari Mbok Minah sampai menjelang malam. Namun, tidak bisa menemuka emaknya. Keesokkan harinya lagi. Mereka mencari di sekita sungai. Mereka melihat Batu Batangkup dan melihat ujung rambut Mbok Minah yang terurai. Mereka segera berlari menghampiri Batu Batangkup tersebut. ’ Wahai Batu Batangkup. Tolong keluarkan emak kami. Kami sangat membutuhkan emak kami.’’ Ratap mereka sedih. ’ Tidak!! Aku tidak akan mengeluarkan Mbok Minah keluar dari perutku. Kalian membutuhkannya karena lapar. Kalian tidak menyayangi dan menghormati emak kalian.’’ Jawab Batu Batankup. “Kami berjanji akan membantu, menyayangi dan menghormati emak,” janji mereka. Akhirnya emak dikeluarkan dari perut Batu Batangkup. Namun, tindakan mereka hanya sebentar. Setelah itu mereka kembali pada kebiasaan lamanya, pemalas, tidak mau membantu emaknya, tidak menghargai dan menghormati orang tua. Dan kerjaannya hanya bermain dan bermain. Mbok Minah merasa sangat sedih karena kejadian sebelumnya terulang kembali. Ia pun memutuskan kembali untuk di telan oleh Batu Batangkup. Namun, kedua anaknya asik bermain dari pagi sampai menjelang sore. Mereka pun menyadari dan tidak melihat emaknya. Keesokan harinya, mereka mendatangi Batu Batangkup dan kembali menangis dan memohon agar emaknya di keluarkan kembali. Namun, Batu Batangkup sangat marah. ’ Kalian anak-anak yang tidak tahu di untung. Kalian hanya anak nakal yang bisanya Cuma main dan main. Sekarang penyesalan kalian tidak aka nada gunanya.’’ Kata Batu Batangkup dengan nada tinggi. Batu Batangkup pun langsung menelan kedua anak nakal tersebut masuk kedalam tanah. Mereka pun sampai sekarang tidak pernah kembali. Pesan moral dari Cerita Rakyat Indonesia Batu Batangkup adalah hormati dan sayangi kedua orang tuamu karena kesuksesan dan kebahagianmu dimasa depan akan sangat tergantung dari doa mereka. Ikuti koleksi cerita rakyat menarik lainnya pada posting berikut ini Dongeng Cerita Rakyat Indonesia Cindelaras dan 5 Cerita Rakyat Fabel Nusantara Dongeng Sebelum Tidur
. 130 191 333 90 213 10 200 393

cerita batu belah batu bertangkup